Jumat, 23 April 2010

Kondisi Anak Autis

Bila setelah terdeteksi (autis) anak memperoleh penanganan baik dan mengalami kemajuan pesat, mungkin saja dia bisa disekolahkan di sekolah umum. Tapi, bila modal si anak dari awal sudah ’kurang’ atau kondisi autisnya memang lebih parah, tak bisa bicara misalnya, sebaiknya dia memang tak dimasukkan ke sekolah umum. Begitu pun bila anak autis ini sulit untuk berkonsentrasi di tempat ramai, mungkin sebaiknya orangtua tak memaksa si anak untuk masuk ke sekolah umum.
“Bisa-bisa dia malah benci belajar, hingga kemudian dia berkembang dengan konsep diri yang negatif karena selalu gagal, selalu berada di urutan paling bawah dan tertinggal dari teman-temannya,” kata Dyah Puspita, psikolog dan sekretaris Yayasan Autisme Indonesia (YAI) yang akrab dipanggil Ita ini. Anak boleh didukung untuk masuk ke sekolah umum kalau taraf autisnya terbilang ringan.
Menurut Vera Itabiliana, psikolog anak dan remaja, sebelum memutuskan apakah si anak perlu dimasukkan ke sekolah khusus atau tidak, orangtua perlu menguji anaknya dengan sejumlah pertanyaan, seperti: Bisakah si anak duduk diam di kelas selama jangka waktu yang lama, bisakah dia mengikuti aturan, bisakah dia memahami instruksi orang lain, atau bisakah dia mengendalikan emosinya ketika ada sesuatu yang tak berkenan terjadi? “Bila semua pertanyaan di atas jawabannya “tidak”, ya tidak ada positifnya memaksa anak masuk sekolah umum, lebih baik dia masuk sekolah khusus saja,” kata Vera.
Toh, hal itu terpulang lagi kepada orangtua. Sebagai psikolog yang juga terapis bagi anak-anak autis dan pengelola sekolah autis Mandiga, Ita tak pernah langsung menganjurkan agar seorang anak autis dimasukkan ke sekolah umum atau sekolah khusus. “Semuanya terserah orangtua si anak, saya hanya memberitahu kemungkinan-kemungkinan yang akan mereka hadapi sebagai konsekuensi pilihannya,” katanya.
Jadi, sah-sah saja, kok, kalau orangtua mau coba-coba dulu memasukkan anaknya ke sekolah umum. Siapa tahu si anak memang mampu. Tapi, bila si orangtua sejak awal memang menyadari si anak mungkin sulit menyesuaikan diri di sekolah biasa, sekolah khusus akan menjadi pelabuhan yang tepat. Ketika anak lain patuh saat disuruh latihan menulis misalnya, si autis mungkin akan ’membangkang’ dan asyik sendiri melakukan hal lain. Itulah yang mungkin akan menyulitkan mereka di sekolah umum.
Biasanya orangtua yang tak bisa memasukkan anaknya ke sekolah umum memang mengalami kebingungan. Tapi, menurut Ita, saat ini sudah cukup banyak pilihan. “Selain di SLB (Sekolah Luar Biasa), bisa juga dia dimasukkan ke sekolah reguler, di special wings dengan special needs, yang menerapkan kurikulum tersendiri, atau homeschooling saja. Orang belajar itu kan tidak harus selalu di sekolah umum. Kalau ada sekolah khusus, itu baik, tapi kalau nggak ada, kenapa nggak dibuat? Nggak punya tempat? Di garasi saja!” kata Ita.
Lalu bagaimana dengan guru-gurunya? Nggak ada, lho, guru yang siap pakai. Semua belajar lagi karena setiap anak berbeda karakternya. Tak ada satu anak autis pun yang sama persis dengan anak autis yang lain. Satu hal yang utama, guru itu harus punya niat untuk membaktikan diri terhadap tugasnya, karena urusan ilmu dan teknik bukanlah sesuatu yang tak bisa dipelajari.
http://www.parenting.co.id/article/article_detail.asp?catid=2&id=10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar