Sabtu, 05 November 2011

Aplikasi dalam Psikologi (Finger Print Test)

Aplikasi yang Digunakan dalam Psikologi (Fingerprint Test)
Semakin majunya perkembangan teknologi semakin tinggi pula rasa keingintahuan manusia. Sekarang ini makin banyak berbagai macam tes psikologi yang berfungsi untuk mengetahui bakat dan potensi yang dimiliki.. Salah satunya adalah fingerprint test atau yang lebih dikenal dengan tes sidik jari.. Bener gak sih, dengan ikutan tes sidik jari, kita jadi tau masa depan kita kaya apa???? Biar gak penasaran dan untuk mengetahui informasi yang lebih lanjut, dibawah ini terdapat ulasan tentang fingerprint test...

FINGERPRINT TEST
Fingerprint Test adalah sebuah sistem analisa berdasarkan ilmu/science yang berbasis teknologi canggih (Statistik & Program komputer) guna membaca Peta Potensi Diri melalui sidik jari (Fingerprints). Fingerprint Test atau analisa sidik jari adalah sebuah metode yang berlandaskan ilmu dermatoglyphics, yakni sebuah ilmu yang sudah berusia ratusan tahun. Dermatoglyphics berasal dari bahasa yunani yaitu Derma berarti kulit dan Glyph berarti ukiran adalah ilmu pengetahuan yang berdasar pada teori epidermal atau ridge skill (garis-garisan pada permukaan kulit, jari, telapak tangan, hingga kaki). Dermatoglyphics mempunyai dasar ilmu pengetahuan yang kuat karena didukung penelitian sejak ratusan tahun yang lalu. Ilmu ini meyakini bahwa Fingerprint atau sidik jari adalah Genetic blueprint seseorang.

TUJUAN
Fingerprint Test bertujuan untuk mengetahui potensi genetik (bawaan sejak lahir) dengan cara mengetahui peta stimulasi cara kerja/fungsi-fungsi bagian otak manusia, sehingga dapat diketahui:
• Sensitifitas daya tangkap seseorang atas informasi yang dia terima melalui panca indera, dan bagaimana otak memprosesnya
• Kecenderungan daya respon seseorang atas stimulasi-stimulasi yang dia terima dan bagaimana otak memprosesnya dalam bentuk tindakan
• Gaya berfikir yang paling dominan berdasarkan belahan otak kanan-kiri (brain hemisphere), dan mengungkap kecenderungannya dalam proses pengambilan keputusan
• Komposisi distribusi nerve pada fungsi-fungsi bagian otak, sehingga diketahui daerah stimulasi mana yang paling sensitif pada bagian otak : frontal lobe, parietal lobe, occipital lobe, dan temporal lobe, dan dikaitkan dengan kecendrungan skill seseorang yang paling cepat untuk diserap dan dilatih


CARA KERJA
Tes sidik jari dilakukan dengan cara cukup sederhana, yaitu:
• Telapak tangan akan difoto kemudian dilanjutkan dengan mengambil 10 sidik jari tangan dari tiga sisi yaitu permukaan, kanan, dan kiri.
• Proses pemindaian (scanning) sidik jari hanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Setelah itu, kita harus menunggu 3-7 hari untuk mendapatkan penjelasan dari konsultan.
• Sidik jari itu akan dianalisis mulai dari pola, ketebalan, bentuk, hingga konsistensi guratan.

KEUNGGULAN
Keunggulan tes sidik jari jika dibandingkan dengan tes potensi diri yang lainnya adalah:
• Hasil tes sidik jari tidak bisa dibohongi
• Hasil tes tidak tergantung pada kondisi fisik maupun psikis
• Tes sidik jari bisa dilakukan pada balita mulai usia satu tahun
• Tidak butuh waktu lama untuk tes (+- 10 menit)
• Tidak membuat cemas peserta tes karena tanpa mengerjakan soal-soal tes
• Akurasi hasil tes +- 95%

KEKURANGAN
• Biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali tes bervariasi, tergantung di lembaga mana seseorang melakukan tes sidik jari tersebut. Biaya tes berkisar antara Rp500 ribu dan Rp1,5 juta
• Sebaiknya tes bakat lewat sidik jari dilakukan sebelum usia lima tahun (usia emas)
• Sebaiknya jangan dilakukan saat usia anak di bawah 2 tahun karena pola sidik jarinya belum jelas
• Tes ini hanya mengukur bakat, gaya belajar, dan karakter seseorang berdasarkan data genetisnya. Sehingga, kapanpun anda melakukan tes ini, maka hasilnya pun akan tetap sama.

MANFAAT
Manfaat umum tes sidik jari, yaitu:
• untuk mengetahui tingkat kecerdasan majemuk (multi intelligence)
• Mengetahui dominasi kerja otak kanan dan otak kiri
• gaya manajemen pribadi yang dibawa sejak lahir
• metode berpikir
• nilai-nilai interinsik yang utama
• cara belajar yang tepat dan disukai dari potensi dirinya
• kecerdasan yang paling dominan
• karakter komunikasi belajar, karakter sikap bawaan

Berikut ini beberapa manfaat realistis dari analisa sidik jari:
• Membuat seseorang merasa lebih percaya diri, dengan mengetahui bakat dan potensi mereka
• Membuat seseorang lebih menyukai diri sendiri, muncul penghargaan, apresiasi dan rasa syukur. Hal ini bisa menumbuhkan rasa PD untuk berkembang secara mandiri, sehingga menjadi lebih mampu untuk menggerakkan diri sendiri
• Membantu seseorang untuk bisa lebih berani memilih, atau merasa mantap dengan pilihannya sendiri
• Membantu seseorang dalam memilih penjurusan/profesi yang sesuai dengan bakatnya
• Mengenal potensi dasar diri sendiri, termasuk karakter kepribadian dan gaya pengambilan keputusan dan tindakan
• Mengetahui potensi kelemahan, kecenderungan dominasi fungsi-fungsi bagian otak, dan kecenderungan karakter serta kaitannya dalam membina komunikasi dan relasi dengan orang lain
• Sebagai referensi dalam menganalisa diri serta membuat perencanaan kehidupan dan masa depan yang lebih efektif
• Menentukan masa depan secara lebih terarah, pendidikan yang paling efektif, dan karir yang paling potensial untuk ditekuni.

Referensi:
http://dogun.multiply.com/journal/item/11/Potensi_Diri_Ada_Di_Sidik_Jari
http://tips-indonesia.com/sidik-jari-finger-print-tidak-ilmiah
http://analisasidikjari.wordpress.com/tag/anak/
http://www.cybertokoh.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=661

Sabtu, 01 Oktober 2011

Sejarah Internet dan Arti IP Address, Domain, dan Name Server

Sejarah Internet
Seiring berjalannya waktu semakin berkembangnya dunia maya/dunia internet di mata masyarakat sekarang ini, membuat masyarakat ingin tau apa sih itu internet dan bagaimana sejarah internet itu. Berikut informasi mengenai internet dan sejarahnya...

Disini ada sedikit pengertian Internet, internet (interconnected computer networks) bisa didefinisikan network komputer tiada batas yang menjadi penghubung pengguna komputer dengan pengguna komputer lainnya serta dapat berhubungan dengan komputer di sebuah wilayah ke wilayah di penjuru dunia, dimana di dalam jaringan tersebut mempunyai berbagai macam informasi serta fasilitas layanan internet browsing atau surfing.

Sedangkan sejarah Internet merupakan jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat di tahun 1969, melalui proyek ARPA yang disebut ARPANET (Advanced Research Project Agency Network), di mana mereka mendemonstrasikan bagaimana dengan hardware dan software komputer yang berbasis UNIX, kita bisa melakukan komunikasi dalam jarak yang tidak terhingga melalui saluran telepon. Proyek ARPANET merancang bentuk jaringan, kehandalan, seberapa besar informasi dapat dipindahkan, dan akhirnya semua standar yang mereka tentukan menjadi cikal bakal pembangunan protokol baru yang sekarang dikenal sebagai TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol).

Tujuan awal dibangunnya proyek itu adalah untuk keperluan militer. Pada saat itu Departemen Pertahanan Amerika Serikat (US Department of Defense) membuat sistem jaringan komputer yang tersebar dengan menghubungkan komputer di daerah-daerah vital untuk mengatasi masalah bila terjadi serangan nuklir dan untuk menghindari terjadinya informasi terpusat, yang apabila terjadi perang dapat mudah dihancurkan.

Pada mulanya ARPANET hanya menghubungkan 4 situs saja yaitu Stanford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah, di mana mereka membentuk satu jaringan terpadu di tahun 1969, dan secara umum ARPANET diperkenalkan pada bulan Oktober 1972. Tidak lama kemudian proyek ini berkembang pesat di seluruh daerah, dan semua universitas di negara tersebut ingin bergabung, sehingga membuat ARPANET kesulitan untuk mengaturnya.

Sejarah Internet Oleh sebab itu ARPANET dipecah manjadi dua, yaitu "MILNET" untuk keperluan militer dan "ARPANET" baru yang lebih kecil untuk keperluan non-militer seperti, universitas-universitas. Gabungan kedua jaringan akhirnya dikenal dengan nama DARPA Internet, yang kemudian disederhanakan menjadi Internet.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Internet
http://www.aalil.com/pengertian-internet.html

• IP address
Alamat IP (Internet Protocol Address atau sering disingkat IP) adalah deretan angka biner antar 32-bit sampai 128-bit yang dipakai sebagai alamat identifikasi untuk tiap komputer host dalam jaringan Internet. Panjang dari angka ini adalah 32-bit (untuk IPv4 atau IP versi 4), dan 128-bit (untuk IPv6 atau IP versi 6) yang menunjukkan alamat dari komputer tersebut pada jaringan Internet berbasis TCP/IP.
Internet Assigned Numbers Authority (IANA) yang mengelola alokasi alamat IP global. Internet Protocol (IP) address adalah alamat numerik yang ditetapkan untuk sebuah komputer yang berpartisipasi dalam jaringan komputer yang memanfaatkan Internet Protocol untuk komunikasi antara node-nya. Walaupun alamat IP disimpan sebagai angka biner, mereka biasanya ditampilkan agar memudahkan manusia menggunakan notasi, seperti 208.77.188.166 (untuk IPv4), dan 2001: db8: 0:1234:0:567:1:1 (untuk IPv6).
Internet Protocol juga memiliki tugas routing paket data antara jaringan, alamat IP dan menentukan lokasi dari node sumber dan node tujuan dalam topologi dari sistem routing. Untuk tujuan ini, beberapa bit pada alamat IP yang digunakan untuk menunjuk sebuah subnetwork. Jumlah bit ini ditunjukkan dalam notasi CIDR, yang ditambahkan ke alamat IP, misalnya, 208.77.188.166/24.
Sistem pengalamatan IP ini terbagi menjadi dua, yakni:
* IP versi 4 (IPv4)
* IP versi 6 (IPv6)
• Domain
Domain adalah sebuah nama unik yang digunakan untuk mempermudah pengguna mengakses informasi pada server komputer yang ada di jaringan Internet. Sebelum mengenal istilah domain, untuk mengakses informasi yang ada pada server komputer digunakan alamat IP Address yang berupa sederetan angka panjang. Nah, oleh karena itu digunakanlah domain untuk mempermudah pengguna untuk mengakses informasi yang ada pada server komputer dan mempermudah pengguna untuk mengingatnya.
Indonesia memiliki nama domain tersendiri yang dikelola langsung oleh PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia). Domain-domain indonesia meliputi .ac.id, .web.id, .co.id, .net.id, .go.id, .sch.id, .mil.id, dan .or.id . Domain-domain tersebut mempunyai kegunaan dan karakeristik yang berbeda.
• .AC.ID digunakan untuk website perguruan tinggi, institut dan sejenisnya
• .WEB.ID digunakan untuk website pribadi atau komunitas
• .CO.ID digunakan untuk website komersial, badan usaha dan sejenisnya
• .NET.ID digunakan untuk website penyedia jasa telekomunikasi yang berlisensi
• .GO.ID digunakan untuk website institusi pemerintah dan sejenisnya
• .SCH.ID digunakan untuk website sekolah
• .MIL.ID digunakan untuk website instansi militer
• .OR.ID digunakan untuk website organisasi

Sebagai contoh: www.jembelisme.com dengan alamat IP Address: 66.96.145.109
www.jembelisme.com di atas merupakan nama domain. Jadi untuk mengakses website Jembelisme Media ini cukup mengetikkan www.jembelisme.com atau jembelisme.com pada address bar web browser yang anda miliki.
• Name Server
Komponen utama dalam website agar bisa diakses dengan mengetikkan alamat website (URL) adalah domain dan hosting. Domain adalah nama URL tersebut, sedangkan hosting adalah sebuah hardisk besar yang terhubung ke internet sehingga mampu diakses dari seluruh dunia.
Dalam domain tersebut terdapat komponen yang dinamakan name server (NS). Sebenarnya name server ini adalah suatu alamat (kode) untuk menghubungkan domain ke hosting tertentu. Kita bisa memiliki lebih dari satu hosting, misalnya untuk backup data-data web kita. Namun hanya salah satu yang kita gunakan dan memilih salah satu name server sebagai kode untuk menghubungkan domain dan hosting tersebut.
Name server diberikan oleh penyedia hosting, jadi setelah kita membeli hosting, kita akan diberi name server dari hosting. Kalau bingung, dan tidak tahu apa name server hosting Anda, bisa ditanyakan langsung ke penyedia hosting masing-masing.
Setelah tahu name server-nya, Anda bisa memasukkannya ke dalam domain Anda. Login dulu ke layanan domain, kemudian pilih option >> change NS (name server), gantilah disini. Biasanyaname server tersebut terdapat lebih dari satu. Silakan isi dengan name server yang diberikan oleh hosting Anda. Bila Anda mendapatkan dua name server, maka isilah masing-masing kotak NS satu per satu. Misalnya kotak pertama ns1.xxxhost.com dan kotak kedua ns2.xxxhost.com.
Sumber:
http://opensource.telkomspeedy.com
http://pendtium.7forum.net/itfiesta-f6/about-domain-hosting-web-server-domain-name-serverdns-t2.htm
http://jembelisme.com/pengertian-domain-dan-hosting-indonesia.html

Kamis, 07 April 2011

STRES

STRES
Di semester ini, saya rentan stres, sedikit-sedikit stres. Tugas yang satu kelar, eh muncul lagi tugas yang baru.
Huffff.....
Tapi, inilah hidup...
Dan saya harus menghadapinya...!!!
Apa itu stres???
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang (Handoko, 1997). Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Istilah stres dikemukakan oleh Claude Bernard, 1867, (dalam Potter dan Perry, 1997), “perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal dapat menggangu fungsi organisme sehingga penting bagi organisme tersebut untuk beradaptasi terhadap stresor agar dapat bertahan. Jadi, stresor merupakan stimuli yang mengawali atau memicu perubahan yang menimbulkan sters. Stress mewakili kebutuhan yang tidak terpenuhi, bias berupa kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, spiritual, dan sebagainya. Sedangkan menurut Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stress sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dimana stress ini dapat dipicu oleh beberapa faktor yaitu faktor fisikm faktor psikologis maupun kombinasi antara kedua faktor tersebut.
Adapun beberpa definisi tentang stress menurut beberapa tokoh, diantaranya yaitu :
1. Menurut Robbins (2001)
stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.
2. Menurut Lazarus (1976)
stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.
3. Menurut Korchin (1976)
keadaan stress muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integrasi seseorang.
Maka dapat disimpulkan bahwa stres itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang.

MODEL STRES
Cox ( dalam Crider dkk, 1983) mengemukakan 3 model stress, yaitu :
1. Respone- based model (Model Berdasarkan Respons)
Stress model ini mengacu sebagai sekelompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi sulit. Dimana model ini mencoba untuk mengidentifikasikan pola-pola kejiwaan dan respon-respon kejiwaan yang diukur pada lingkungan yang sulit. Pusat perhatian dari model ini adalah bagaimana stressor yang berasal dariperistiwa lingkungan yang berbeda-beda dapat menghasilkan respon stress yang sama.
Stresor kehidupan moderen ini diantaranya. :
a. Berbagai fluktuasi ekonomi dan segala akibatnya ( menciutnya anggaran rumah tangga , pengangguran dan lain-lain ).
b. Perceraian, keretakan rumah tangga akibat konflik ,kekecewaan dan sebagainya
c. Persaingan yang keras dan tidak sehat.
d. Diskriminasi dan segala macam keterkaitannya akan membawa pengaruh yang menghambat perkembangan individu dan kelompok.
e. Perubahan sosial yang cepat apabila tiadak diimbangi dengan penyusuaian etika dan moral konvisional ynag memadai akan terasa ancaman. Dalam kondisi terburuk nilai materikalistik akan mendominasi nilai moral spiritual yang akan menimbulkan benturan konflik yang mungkin sebagian terungkap, sedangkan sebagian lainnya menjadi beban perasaan individu atau kelompok.

2. Stimulus –based model (Model Berdasarkan Stimulasi)
Model stress ini memusatkan perhatian pada sifat-sifat stimuli stress. Tiga karakteristik penting dari stimuli area adalah:
a. Overload
Diukur ketika sebuah stimulus dating secara intens dan individu tidak dapat mengadaptasi lebih lama lagi
b. Conflict
Diukur ketika sebuah stimulus secara stimulant membangkitkan dua atau lebih respon-respon yang tidak berkesesuaian.
c. Uncontrollability
Adalah peristiwa-peristiwa dari kehidupan tang bebas/ tidak tergantung pada perilaku dimana pada situasi ini menunjukan tingkat stress yang tinggi.

3. Intercational model
Model ini merupakan perpaduan dari Respone- based model dan Stimulus –based model . dimana pada model ini lebih menekankan ke dalam bagaimana mengatasi stress.
Adapun model stres yang lain, yaitu:
• Model Berdasarkan Adaptasi
Model ini menyebutkan empat faktor yang menentukan apakah suatu situasi menimbulkan stress atau tidak ( Mechanic, 1962 ), yaitu:
1. Kemampuan untuk mengatasi stress, bergantung pada pengalaman seserang dalam menghadapi stress serupa, system pendukung, dan persepsi keseluruhan terhadap stress.
2. Praktik dan norma dari kelompok atau rekan-rekan pasien yang mengalami stress. Jika kelompoknya menggap wajar untuk membicarakan stressor, maka pasien dapat mengeluhkan atau mendiskusikan hal tersebut. Respons ini dapat membantu proses adaptasi terhadap stress.
3. Pengaruh lingkungan social dalam membantu seseorang menghadapi stressor. Seorang mahasiswa yang resah menghadapi hasil ujian akhirnya yang pertama dapat mencari pertolongan dosennya. Dosen dapat memberikan penilaian dan selanjutnya memberikan referensi kepada asisten dosen tertentu yang menurutnya mampu membantu kegiatan belajar mahasiswa tersebut. Dosen dan asisten dosen dalam contoh ini merupakan sumber penurun tingginya stressor yang dialami mahasiswa tersebut.
4. Sumber daya dapat digunakan untuk mengatasi stressor. Misalnya, seorang penderita sakit yang kurang mampu dalam hal keuangan dapat memperoleh bantuan tunjangan Askes dari perusahaan tempatnya bekerja untuk kemudian berobat di rumah sakit yang memadai. Hal ini mempengaruhi cara pasien untuk mendapatkan askes ke sumber daya yang dapat membantunya mengatasi stresir fisiologis.


Sumber :
http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab7-stres_lingkungan.pdf
www.stressfree.com
http://agungpia.multiply.com/journal/item/35/Stress_Kerja_pengertian_dan_pengenalan

Minggu, 03 April 2011

PRIVASI

PRIVASI
1. Pengertian Privasi
Privasi adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi merupakan tingkat informasi keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada situasi atau kondisi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar dan berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain.
Berikut ini adalah pengertian privasi menurut beberapa tokoh, diantaranya yaitu :
• Dibyo Hartono (1986) : Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan menyangkut keterbukaan atau ketertutupan , yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar di capai orang lain.
• Rapoport : Kemampuan untuk mengontrol interaksi memperoleh pilihan dan mencapai interaksi yang diinginkan.
• Marshall : Pilihan untuk menghindari diri dari keterlibatan dengan orang dan lingkungan sosial.
• Altman : Proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri
sendiri dan akses kepad orang lain.
 Fungsi privasi
- Pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal
- Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain
- Memperjelas identitas diri

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Privasi
a. Faktor Personal
Menurut Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi.
b. Faktor Situasional
Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa kepuasan terhadap beberapa kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang didalamnya untuk menyendiri (Gifford, 1987).
c. Faktor Budaya
Gifford (1987) memandang bahwa tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi.

3. Pengaruh Privasi Terhadap Perilaku
Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari prilaku yang penting adalah untuk mengtur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial.
Maxine Wolfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi dalam khidupan sehari-hari.
Westin (dalam Holahan, 1982) mengatakan bahwa ketertutupan terhadap informasi personal yang selektif, memenuhi kebutuhan individu untuk membagi kepercayaan dengan orang lain. Dengan privasi kita juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantu kita mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri. Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.
Schwatrz (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa kemampuan untuk menarik diri ke dalam privasi dapat membantu membuat hidup ini lebih mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang sulit.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil suatu rangkuman bahwa fungsi psikologis dari privasi dapat dibagi menjadi dua yaitu, pertama privasi memainkan peran dalam mengelola interaksi sosial yang kompleks di dalam kelompok sosial. Kedua, privasi membantu kita memantapkan perasaan identitas pribadi.

4. Privasi dalam Konteks Budaya
Perbedaan wilayah Geografis berdampak pada perbedaan privasi yang terdapat pada penduduk yang berada diwilayahnya. Di Amerika banyak orang menggunakan ruang-ruang tertentu seperti kamar tidur, kamar mandi dan ruang makan untuk menyendiri.


Sumber :
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab6-privasi.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Privasi

Minggu, 27 Maret 2011

TERITORIALITAS

Pengertian Teritorialitas
Holahan (dalam Iskandar, 1990, mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemiliknya dan pertahanan dari serangan orang lain. Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu teritorial primer.
Elemen-elemen Teritorialitas
Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu :
kepemilikan atau hak dari suatu tempat
personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
hak untuk mempertahankan diri dari ganggun luar
pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika
Porteus (dalam Lang, 1987) mengidentifikasikan 3 kumpulan tingkat spesial yang saling terkait satu sama lain :
personal space
home base, ruang-ruang yang dipertahankan secara aktif
home range, seting-seting perilaku yang terbentuk dari bagian kehidupan seseorang

Altman membagi teritorialitas menjadi tiga, yaitu :
Teritorial primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusu bagipemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadapaspek psikologis pemiliknya.
Teritori sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Teritorial ini dapat digunakanoleh orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu.
Teritorial umum
Teritorial umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Tritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.

Teritorialitas dan Perbedaan Budaya
Teritorialitas pada setiap negara berbeda-beda tergantung dari budaya yang dimiliki oleh negara tersebut. Jenis kelamin juga mempengaruhi teritorialitas seeorang, dimana wanita memerlukan ruang yang lebih kecil dibandingkan pria. Lalu penduduk desa lebih tinggi toleransinya dalam menentukan teritorialitasnya dibandingkan dengan penduduk yang tinggal diperkotaan.




Sumber :
Dharma, Agus.Teori Arsitektur 3.Jakarta:Gunadarma,1998.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab5-ruang_personal_dan_teritorialias.pdf
http://file.upi.edu

Jumat, 18 Maret 2011

Ruang Personal

RUANG PERSONAL
1. Pengertian Ruang Personal

Ruang pribadi adalah kawasan sekitarnya seseorang yang mereka anggap sebagai psikologis mereka. Gagasan ruang pribadi berasal dari Edward T. Hall , ide-ide yang dipengaruhi oleh Heini Hediger studi dari perilaku hewan kebun binatang.
Ruang pribadi itu sebuah tempat yang nggak terbatas oleh bentuk fisik . ruang pribadi adalah tempat untuk kita menjadi diri kita sendiri. Melakukan sesuatu yang menjadi passion kita. Keinginan yang terpendam, yang sangat bernafsu untuk kita wujudkan dan kerjakan. Tanpa di batasi oleh peraturan, orang lain, bahkan diri kita sendiri. Tempat untuk bebas berekspresi menjadi diri kita sesungguhnya. Lebih jauh lagi ruang pribadi itu adalah “tempat kita melepaskan topeng kita”.
Dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita berbicara dengan orang lain, kita membuat jarak terhadap orang yang kita ajak bicara, jarak ini sangat bergantung pada bagaimana sikap dan persepsi kita terhadap orang tersebut. Persepsi ruang inilah yang disebut oleh J.D. Fisher sebagai personal space. Personal space didefinisikan sebagai suatu batas maya yang mengelilingi kita yang dirasakan sebagai wilayah pribadi kita dan tidak boleh dilalui oleh orang lain.
Personal Space adalah juga dipengaruhi oleh posisi seseorang dalam masyarakat dengan individu-individu lebih makmur menuntut ruang pribadi yang lebih besar. Orang membuat pengecualian terhadap, dan memodifikasi persyaratan ruang mereka. Misalnya dalam pertemuan romantis tegangan dari jarak dekat yang memungkinkan ruang pribadi dapat ditafsirkan kembali ke semangat emosional. Selain itu, sejumlah hubungan memungkinkan untuk ruang pribadi untuk di modifikasi dan ini termasuk hubungan keluarga, mitra romantis, persahabatan dan kenalan dekat di mana tingkat yang lebih besar dari kepercayaan dan pengetahuan seseorang memungkinkan ruang pribadi harus dimodifikasi. tempat yang berpenduduk padat cenderung memiliki ruang pribadi yang lebih kecil.
Selanjutnya dikatakan bahwa studi personal space merupakan tinjauan terhadap perilaku hewan dengan cara mengamati perilaku mereka berkelahi, terbang, dan jarak social antara yang satu dengan yang lain. Kajian ini kemudian ditransformasikan dengan cara membentuk pembatas serta dapat pula diumpamakan semacam gelembung yang mengelilingi individu dengan individu yang lain.
Masalah mengenai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Dimana beberapa tokoh mengemukakan pendapatnya mengenai Ruang Personal itu sendiri, diantaranya,
A. Menurut Sommer
Ruang personal adalah daerah disekeliling seseorang dengan batas – batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. (dalam Altman, 1975)

B. Goffman
menggambarkan ruang personal sebagai jarak/daerah di sekitar individu dimana jika dimasuki orang lain, menyebabkan ia akan merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang – kadang menarik diri. (dalam Altman, 1975)

Selain itu ada beberapa definisi ruang personal yang diambil secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain:
1. Ruang personal adalah batas-batas yang tidak jelas antara seseorang : dengan orang lain.
2. Ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri.
3. Pengaturan ruang personal mempakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi.
4. Ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, makadapat berakibat kecemasan, stres, dan bahkanperkelahian.
5. Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain: berhadapan, saling membelakangi, dan searah.
Jadi, definisi ruang personal secara teoritis adalah " batas yang tak terlihat yang mengelilingi kita, dimana orang lain tidak bisa melanggarnya".
Jika dianalogikan, Personal space ini seperti layaknya sebuah tabung yang memiliki lapisan-lapisan. Lapisan-lapisan ini adalah ruang-ruang tak terlihat dimana kita merasa aman terhadap lawan bicara kita. Pelanggaran terhadap jarak ini dapat membuat sang “korban" merasa tidak nyaman, kesal, cemas, atau bahkan mungkin marah. Menurut E.T. Hall ada 4 lapisan personal space:

a. Jarak intim: (0-0.5m) jarak ini adalah jarak dimana kita hanya mengizinkan orang-orang yang terasa sangat dekat dengan kita untuk berada didalamnya. Biasanya kekasih/pasangan, orang tua, kakak/adik, dan sahabat dekat dapat memasukinya tanpa menimbulkan rasa risih.

b. Jarak personal: (0.5-1.3m) jarak ideal untuk percakapan antara 2 orang teman atau antar orang yang sudah saling akrab.

c. Jarak sosial: (1.3-4m) jarak yang biasa kita buat untuk hubungan yang bersifat formal, seperti: bisnis, pembicaraan dengan orang yang baru kita kenal, dsb.

d. Jarak publik: (4-8m) jarak untuk hubungan yang lebih formal seperti penceramah dengan hadirinnya. Paspampresnya amerika biasanya membuat ruang kosong selebar +/- 4m untuk menjaga pejabat penting.

2. Unsur-unsur yang mempengaruhi jarak Ruang Personal seseorang
1. Jenis Kelamin
Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri sendiri,
2. Umur
Makin bertambah usia seseorang, makin besar ruang personalnya, ini ada kaitannya dengan kemandirian. Pada saat bayi, hampir tidak ada kemampuan untuk menetapkan jarak karena tingkat ketergantungan yang makin tinggi. Pada usia 18 bulan, bayi sudah mulai bisa memutuskan ruang personalnya tergantung pada orang dan situasi. Ketika berumur 12 tahun, seorang anak sudah menerapkan RP seperti yang dilakukan orang dewasa.
3. Kepribadian,
Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki RP yang lebih kecil. Demikian halnya dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil. Sebaliknya si pencemas akan lebih mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.
4. Gangguan Psikologi atau Kekerasan
Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri tentang RP ini. Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi sangat dekat
5. Kondisi Kecacatan
Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara kondisi kecatatan dengan RP yang diterapkan. Beberapa anak autis memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan terbelakang mental memilih untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.
6. Ketertarikan
Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang lain. Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik. Dua sahabat akan berdiri pada jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing. Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.
7. Rasa Aman/Ketakutan
Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.
8. Persaingan/Kerjasama
Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita cenderung mengambil posisi saling bersisian. Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang kekasih akan duduk berhadapan di ketika makan di restoran yang romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja bar justru dalam kondisi saling bersaing mendapatkan perhatian seorang wanita yang baru masuk.
9. Kekuasaan dan Status
Makin besar perbedaan status makin besar pula jarak antar personalnya.
10. Pengaruh Lingkungan Fisik
Ruang personal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik. Di ruang dengan cahaya redup orang akan nyaman jika posisinya lebih berdekatan, demikian halnya bila ruangannya sempit atau kecil. Orang juga cenderung memilih duduk di bagian sudut daripada di tengah ruangan.
11. Dan beberapa variasi lain seperti budaya, religi dan suku/etnis.

3. Ruang Personal dan Perbedaan Budaya
Dalam eksperimen Waston & Graves (dalam Gifford, 1987), yang mengadakan studi perbedaan budaya secara terinci, mereka menggunakan sampel kelompok siswa yang terdiri dari empat orang yang diminta dtang ke laboratorium. Siswa-siswa ini diberitahu bahwa mereka &an diamati, tetapi tanpa diberi petunjuk atau perintah. Kelompok pertarna terdiri dari orang-orang Arab dan kelompok lainnya terdiri dari orang Amerika. Rerata jarak interpersonal yang dipakai orang Arab kira-kira sepanjang dari perpanjangan tangannya. Sedangkan jarak interpersonal orang Amerika terlihat lebih jauh. Orang-orang Arab menyentuh satu sama lain lebih sering dan orientasinya lebih langsung. Umumnya orang Arab lebih dekat daripada orang Amerika.
Hall (dalam Altman, 1976) menggambarkan bahwa kebudayaan Arab memiliki pengindraan yang tinggi, di mana orang-orang berinteraksi dengan sangat dekat: hidung ke hidung, menghembuskan napas di muka orang lain, bersentuhan dan sebagainya. Kebudayaan Arab (juga Mediterania dan Latin) cenderung berorientasi kepada “kontak” dibandingkan dengan Eropa Utara dan Kebudayaan Barat. Jarak yang dekat dan isyarat-isyarat sentuhan, penciuman, dan panas tubuh tampaknya merupakan ha1 yang lazim dalam “budaya kontak”.
Hall (dalam Altman, 1976) juga mengamati bahwa orang-orang Jepang menggunakan ruang secara teliti. Hal diduga merupakan respon terhadat populasi yang padat. Keluarga-keluarga Jepang memiliki banyak kontak interpersonal yang dekat; seringkali tidur bersamasarna dalam suatu ruangan dengan susunan yang tidak beraturan atau melakukan berbagai aktivitas dalarn mang yang sama. Pengaturan taman, pemandangan dam, dan bengkel kerja merupakan bentuk dari kreativitas dengan tingkat perkembangan yang tinggi yang saling pengaruh-mempengaruhi di antarasemuarasa yang ada, rnenunjukkan pentingnya hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Warga India cenderung memiliki ruang pribadi lebih kecil daripada di Mongolia padang rumput, baik dalam hal rumah dan individu. Untuk contoh yang lebih rinci, lihat kontak Tubuh dan ruang pribadi di Amerika Serikat.



Sumber :
http://en.wikipedia.org/wiki/Personal_space
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab5-ruang_personal_dan_teritorialias.pdf
http://avin.staff.ugm.ac.id/data/jurnal/psikologilingkungan_avin.pdf

Selasa, 08 Maret 2011

KESESAKAN (Crowding)

KESESAKAN

Kondisi lingkungan yang padat, sesak, bising, merupakan lingkungan yang kurang kondusif bagi manusia. Karena lingkungan yang seperti itu dapan menyebabkan menurunkan kesehatan baik secara fisik maupun mental dan juga menurunnya tingkat kenyamanan manusia yang ada di lingkungan tersebut. Sudah jelas bahwa ketiga hal tersebut merupakan danpak negative karena sudah banyak penelitian-penelitian yang membuktikan dampak dari ketiga hal tersebut jika berada dalam lingkungan dimana manusia berada. Lingkungan yang padat disebabkan oleh perkembangan dalam masyarakat yang berkembang pesat dan pada akhirnya dapat menyebabkan kesesakan pada lingkungan tersebut.
Kesesakan (crowding) dan kepadatan (densitiy) merupakan fenomena yang akan
menimbulkan permasalahan bagi setiap negara di dunia di masa yang akan datang.
Hal ini dikarenakan terbatasnya luas bumi dan potensi sumber daya alam yang dapat
memenuhi kebutuhan hidup manusia, sementara perkembangan jumlah manusia di
dunia tidak terbatas.
Kesesakan dan kepadatan yang timbul dari perkembangan jumlah manusia di
dunia pada masa kini telah menimbulkan berbagai masalah sosial di banyak negara
(misalnya : Indonesia, India, Cina, dan sebagainya), baik permasalahan yang
bersifat fisik maupun psikis dalam perspektif psikologis. Contoh permasalahan sosial
yang nyata dalam perspektif psikologis dari kesesakan dan kepadatan penduduk
adalah semakin banyaknya orang yang mengalami stres dan berperilaku agresif
destruktif.
Berdasarkan fenomena yang muncul dari dari realitas kini dan perkiraan
berkembangnya dan timbulnya masalah di masa yang akan datang, maka dalam
perspektif psikologi lingkungan kiranya dipandang tepat untuk menjadikan
kesesakan dan kepadatan menjadi argumen bagi suatu pengkajian secara lebih dini
dan lebih mendalam dalam usaha mengantisipasi persoalan-persoalan sosial yang
pasti akan timbul pada masa kini dan masa yang akan datang.

Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) sebagaimana yang telah dibahas di bab terdahulu tidaklah jelas benar, bahkan kadang-kadang keduanya memiliki pengertian yang sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang. MenurutAltman(1975),HeimstradanMcFarling(1978)antara kepadatan dankesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapibukan satu-satunya syaratyangdapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982).Baum dan Paulus ( 1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
a. karakteristik seting fisik
b. karakteristik seting sosial
c. karakteristik personal
d. kemampuan beradaptasi
Stokols (dalam Altman, 1975) membedakan antara kesesakan bukan sosial {nonsocial crowding) yaitu di mana faktor-faktor fisik menghasilkan perasaan terhadap ruang yang tidak sebanding, seperti sebuah ruang yang sempit, dan kesesakan sosial {social crowding) yaitu perasaan sesak mula-mula datang dari kehadiran orang lain yang terlalu banyak. Stokols juga menambahkan perbedaan antara kesesakan molekuler dan molar. Kesesakan molar {molar crowding) yaitu perasaan sesak yang dapat dihubungkan dengan skala luas, populasi penduduk kota, sedangkan kesesakan molekuler {moleculer crowding) yaitu perasaan sesak yang menganalisis mengenai individu, kelompok kecil dan kejadian-kejadian interpersonal. Morris (dalam Iskandar, 1990) memberi pengertian kesesakan sebagai defisit suatu ruangan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya sejumlah orang daiam suatu hunian rumah,maka ukuran per meter persegi setiap orangnya menjadi kecil, sehingga dirasakan adanya
kekurangan ruang. Dalam suatu unit hunian, kepadatan ruang harus diperhitungkan dengan mebel dan peralatan yang diperlukan untuk suatu aktivitas. Oleh karenanya untuk setiap ruang akan memerlukan suatu ukuran standar ruang yang berbeda, karena fungsi dari ruang itu berbeda.
Besar kecilnya ukuran rumah menentukan besarnya rasio antara penghuni dan tempat {space) yang tersedia. Makin besar rumah dan makin sedikit penghuninya, maka akan semakin besar rasio tersebut. Sebaliknya, makin kecil rumah dan makin banyak penghuninya, maka akan semakin kecil rasio tersebut, sehingga akan timbul perasaan sesak {crowding) (Ancok, 1989).
Adapun kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spasial, sosial dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas. Jadi rangsangan berupa hal-hal yang berkaitan dengan keterbatasan ruang di sini kemudian diartikan sebagai suatu kekurangan.
Pendapat lain datang dari Kapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) yang mengatakan kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.

Teori-teori Kesesakan

Untuk menerangkan terjadinya kesesakan dapat digunakan tiga. model teori, yaitu beban stimulus, kendala perilaku dan teori ekologi (Bell dkk., 1978; Holahan, 1982). Menurut model beban stimulus, kesesakan akan terjadi pada individu yang dikenai terlalu banyak stimulus, sehingga individu tersebut tak mampu lagi memprosesnya. Model kendala perilaku menerangkan bahwa kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa, sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu. Hambatan ini mengakibatkan individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Terhadap kondisi
tersebut, individu akan melakukan psychological reactance, yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memilih. Bentuk psychological reac-tance tersebut adalah usaha-usaha untuk mendapatkan lagi kebebasan yang hilang, misalnya dengan cara mencari lingkungan baru atau dengan menata kembali lingkungan yang menyesakkan tersebut. Sedangkan pembahasan teori ekologi membahas kesesakan darisudut proses sosial.
Teori Beban Stimulus. Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari lingkungan. Schmidt dan Keating ( 1979) mengatakan bahwa stimulus di sini dapat berasal dari kehadiran banyak orang beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena beberapa faktor, sepati :
(a) kondisi lingkungan fisik yang tidak menyenangkan
(b) jarak antar individu (dalam arti fisik) yang terlalu dekat
(c) suatu percakapan yang tidak dikehendaki
(d) terlalu banyak mitra interaksi
(e) interaksi yang terjadi dirasa terlalu dalam atau terlalu lama
Individu akan melakukan penyaringan atau pemilahan terhadap informasi yang berlebihan tersebut. Stimulus yang tidak berhubungan langsung dengan kepentingannya akan diabaikan. Stimulus yang penting dan bermanfaat bagi dirinyalah yang akan diperhatikan (Bell dkk., 1978; Holahan, 1982), Hal tersebut disarankan oleh Milgram (dalam Perlman dan Cosby,1983) bagi penduduk kota untuk melakukan beberapa strategi untuk menyaring informasi yang mereka terima berlebih. Strategi pertama adalah membuat perbedaan-perbedaan antara informasi yang mendapat prioritas tinggi dengan rendah dan hanya akan memperhatikan informasi yang mendapat prioritas tinggi.-Strategi kedua adalah membatasi waktu yang digunakan untuk memperhatikan tiap-tiap informasi bahkan menolak informasi yang dating bersama-sama. Dengan strategi ini diharapkan intensi informasi yang datang akan berkurang. Teori Ekologi. Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia.
Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbale balik antara orang dengan lingkungannya.
Kedua, unit analisisnya adalah kelompok social dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting.
Ketiga,menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.Wicker ( 1976) mengemukakan teorinya tentang manning.
Teori ini berdiri atas pandangan bahwa kesesakan tidak dapat dipisahkan dari faktor seting dimana hal itu terjadi, misalnya pertunjukan kethoprak atau pesta ulang tahun.
Analisis terhadap seting meliputi :
1) Maintenance Minimum, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung. Agar pembicaraan menjadi lebih jelas, akan digunakan kasus pada sebuah rumah sebagai contoh suatu seting. Dalam hal ini, yang dinamakan maintenance setting adalah jumlah penghuni rumah minimum agar suatu ruang tidur ukuran 4x3 meter bisa dipakai oleh anak-anak supaya tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar.
2) Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh seting tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang dilaksanakan hajatan).
3) Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian- dalam suatu seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Performer, yaitu jumlah orang yang memegang peran utama, dalam hal ini suami
dan isteri. Non-performer, yaitu jumlah orang yang terlibat dalam peran-peran sekunder, dalam hal ini anak-anak atau orang lain dalam keluarga. Besm\y&maintenancèminimumanteTaperformerdannon-performerùdak selalu sama. Dalam seting tertentu, jumlah performer lebih sedikit daripada jumlah non-performer, dalam seting lain mungkin sebaliknya.
Jika applicant lebih sedikit daripada maintenance minimum, berarti jumlah warga yang dibutuhkan untuk terjadinya suatu aktivitas tidak mencukupi. Keadaan ini disebut Pada dasarnya kesesakan akan terjadi bila sistem regulasi privasi seseorang tidak berjalan secara efektif sehingga lebih banyak kontak sosial yang tidak diinginkan. Akan tetapi sebenarnya kesesakan juga dapat terjadi meskipun seseorang berhasil mencapai tingkat privasi yang diinginkan. Kesesakan timbul karena ada usaha-usaha yang terlalu banyak, yang membutuhkan energi fisik maupun psikis untuk mengatur tingkat interaksi yang diinginkan.
Menurut Altman kondisi kesesakan yang ekstrim akan timbul bila faktor-faktor di bawah ini muncul secara simultan:
1 ). Kondisi-kondisi pencetus, terdiri dari tiga faktor:
a) Faktor-faktor situasional, seperti kepadatan ruang yang tinggi dalam jangka waktu yang lama, dengan sumber-sumber pilihan perilaku yang terbatas.
b) Faktor-faktor personal, seperti kurangnya kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam situasi yang padat dan rendahnya keinginan berinteraksi dengan orang lain yang didasarkan pada latar belakang pribadi, suasana hati, dan sebagainya.
c) Kondisi interpersonal, seperti gangguan sosial, ketidakmampuan memperoleh
sumber-sumber kebutuhan, dan gangguan-gangguan lainnya.
2). Serangkaian faktor-faktor organismik dan psikologis seperti stres, kekacauan pikiran, dan perasaan kurang enak badan.
3). Respon-respon pengatasan, yang meliputi beberapa perilaku verbal dan non verbal yang tidak efektif dalam mengurangi stres atau dalam mencapai interaksi yang diinginkan dalam jangka waktu yang panjang atau lama.
Jadi kunci utama dalam kerangka pikiran yang dikemukakan oleh Altman adalah bahwa kesesakan yang ekstrim akan timbul bila keseluruhan faktor-faktor tersebut di atas muncul secara bersama-sama atau simultan. Misalnya seseorang yang sedang berada dalam situasi sosial yang padat, selama jangka waktu yang lama, tidak menginginkan interaksi, dan memiliki perasaan stres yang diasosiasikan dengan berbagai macam perilaku pengatasan yang tidak berjalan dengan baik, atau pengatasan tersebut membutuhkan terlalu banyak
energi. Oleh karena faktor-faktor tersebut akan timbul dalam jumlah yang berbeda-beda,maka akan timbul efek kesesakan yang berbeda-beda tingkatannya.
Kesesakan juga dapat timbul bila variabel-variabel tertentu tidak ada, seperti misalnya tidak ada kepadatan. Contohnya jika ada dua orang saja dalam suatu ruangan yang luas, yang satu mengganggu yang lain, dan orang yang diganggu tersebut tidak mampu mengusir orang yang mengganggu itu, sehingga akan timbul stres yang dapat mengurangi efektivitas respon-respon pengatasan, maka kesesakan akan timbul. Altman ( 1975) membuat model kesesakan tersebut.
Model tersebut menerangkan bahwa dap individu mempunyai tingkat privasi yang berbeda-beda. Privasi yang diinginkan seseorang terbentuk dari kombinasi faktor-faktor personal, interpersonal, dan situasional. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut disebut dengan situation definition.
Untuk mendapatkan interaksi yang diinginkan individu menggunakan bermacam-
macam mekanisme penyesuaian diri (coping), antara lain verbal, paraverbal, non verbal, ruang personal, dan perilaku teritori.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu: personal, sosial, dan fisik, yang akan dibahas satu persatu.
Faktor Personal. Faktor personal terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya, pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
a). Kontrol pribadi dan locus of control
Seligman dan kawan-kawan (dalam Worchel dan Cooper, 1983) mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai control terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran kontrol pribadi di dalamnya. Penelitian yang dilakukan di asrama mahasiswa mendapatkan kesimpulan bahwa hilangnya pengaturan kontrol pada tempat tinggal yang padat ditandai dengan adanya rasa sesak. Kelompok mahasiswa penghuni asrama yang lebih sempit mulai merasakan tempat tinggal mereka lebih sesak setelah kehilangan kontrol atas pengalaman-pengalaman sosial yang terjadi disbanding kelompok mahasiswa penghuni asrama yang lebih luas (Baum, Aiello dan Calesnick, 1978). Individu yang mempunyai locus of control internal, yaitu kecenderungan individu untuk mempercayai (atau tidak mempercayai) bahwa keadaan yang ada di dalam dirinyalah yang berpengaruh terhadap kehidupannya, diharapkan dapat mengendalikan kesesakan yang lebih
baik daripada individu yang mempunyai locus of control eksternal (Gifford, 1987)
b). Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Nasar dan Min (dalam Gifford, 1987), yang mencoba membandingkan kesesakan yang dialami oleh orang Asia dan orang Mediterania yang tinggal di asrama yang sama di Amerika Utara, menemukan adanya perbedaan persepsi terhadap kesesakan pada individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, dimana orang Mediterania merasa lebih sesak daripada orang Asia.
Sundstrom (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa pengalaman pribadi dalamkondisi padat dimana kesesakan terjadi dapat mempengaruhi dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap stres akibat kesesakan yang dialami. Tingkat toleransi akibat adaptasi ini berguna bila individu dihadapkan pada situasi yang baru. Bell dan kawan-kawan (1978) mengatakan bahwa semakin sering atau konstan suatu stimulus muncul, maka akan timbul proses pembiasaan yang bersifat psikologis (adaptasi) dan fisik (habituasi) dalam bentuk respon yang menyebabkan kekuatan stimulus tadi melemah. Karena proses pembiasaan ini berhubungan dengan waktu, maka dalam kaitannya dengan kesesakan di kawasan tempat tinggal, lamanya individu tinggal di kawasan tersebut akan mempengaruhi perasaan sesaknya.
Menurut Yusuf (1991) keadaan-keadaan kepadatan yang tinggi yang menyebabkan kesesakan justru akan menumbuhkan kreativitas-kreativitas manusia untuk melakukan intervensi sebagai upaya untuk menekan perasaan sesak tersebut. Pada masyarakat Jepang, upaya untuk menekan situasi kesesakan adalah dengan membangun rumah yang ilustratif! yang dindingnya dapat dipisah-pisahkan sesuai dengan kebutuhan sesaat, serta untuk mensejajarkan keadaannya dengan ruang dan wilayah yang tersedia. Pola ini memiliki beberapa kegunaan sesuai dengan kebutuhan sosial penghuninya, seperti untuk makan, tidur, dan rekreasi. Volume dan konfigurasi tata ruang adalah fleksibel, sehingga dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan dalam upayanya untuk menekan perasaan sesak.
Bentuk kreativitas bangsa Jepang lain yang merupakan upaya untuk menekan kesesakan dapat dilihat dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang sifatnya miniatur.
Peficiptaan bonsai dan suiseki merupakan manifestasi keinginan orang Jepang untuk mengintervensi keadaan yang sesak.
Studi lain dilakukan oleh Anderson (dalam Yusuf, 1991) pada keluarga-keluarga Cina yang tinggal secarakomunal di Malaysia. Keluarga-keluarga ini mempertahankan pemisahan ruang yang bisa dikunjungi dan ruang yang tidak bisa dilihat atau ditempati. Mereka juga memelihara pemisahan keluarga tersebut dengan keluarga lain dalam pengertian terdapat beberapa praktek budaya, termasuk di antaranya larangan (bahkan tabu) untuk memasuki dan melihat ruang tidur orang lain dan mereka membagikan beberapa papan sebagai dinding untuk memisahkan dapur-dapur yang terdapat dalam dapur komunal tersebut.
C. Jenis Kelamin dan usia
Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada pria pengalaman akan kesesakan ini lebih terlihat dibanding wanita karena lebih menunjukkan sikap-sikap reaktif terhadap kondisi tersebut. Sikap reaktif itu tercemin dalam sikap yang lebih agresif, kompetitif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain (Altman, 1975; Freedman, 1975; Holahan,1982). Sementara itu Dabbs (1977) mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin tidaklah berpengaruh terhadap kesesakan, melainkan lebih dipengaruhi oleh jenis kelamin mitra yang dihadapi.
Menurut Loo (dalam Gove dan Hughes, 1983) dan Holahan (1982) gejala reaktif
terhadap kesesakan juga lebih terlihat pada individu yang usianya lebih muda dibanding yang lebih tua.
Faktor Sosial. Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tetapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut
adalah :
a). Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Schiffenbauer (dalam Gifford, 1987) melaporkan bahwa penghuni asrama akan merasa lebih sesak bila terlalu banyak menerima kunjungan orang lain. Penghuni yang menerima kunjungan lebih banyak juga merasa lebih tidak puas dengan ruangan, teman sekamar, dan proses belajar mereka.

b). Formasi koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan social akan dapat meningkatkan kesesakan. Karenanya banyak penelitian yang menemukan akibat penambahan teman sekamar (dari satu menjadi dua orang teman) dalam asrama sebagai suatu keadaan yang negatif. Keadaan negatif yang muncul berupa stres, perasaan tidak enak, dan kehilangan kontrol, yang disebabkan karena terbentuknya koalisi di satu pihak dan satu orang yang terisolasi di lain pihak (Gifford, 1987).
c). Kualitas hubungan
Kesesakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Schaffer dan Patterson (dalam Gifford, 1987) sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kurang mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
d). Informasi yang tersedia
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebeium dan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi tentang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford, 1987).
Kepadatan dan Kesesakan
2 Ciri dari Kepadatan dan Kesesakan :
- Kesesakan adalah persepsi terhadap kepadatan dalam arti jumlah manusia, jadi tidak termasuk yang non-manusia.
o Contoh : Orang yang berada di hutan yang penuh pohon-pohon tidak merasa kesesakan, tetapi orang yang berada dalam kamar mandi/toilet umum yang padat pengunjungnya akan merasakan kesesakan.
- Karena kesesakan adalah persepsi maka sifatnya subyektif.
o Orang yang biasa naik bis yang padat penumpangnya, sudah tidak merasa sesak lagi (density tinggi – crowding rendah).
o Orang yang bisa mengendarai kendaraan pribadi, merasa sesak dalam bis yang setengah kosong ( density rendah – crowding tinggi).
Perbedaan kepadatan dan kesesakan :
a. Kepadatan (density) : kendala kekurangan (bersifat obyektif).
b. Kesesakan (crowding) : respon subyektif terhadap ruang yang sesak.
Kepadatan memang merupakan syarat yang diperlukan untuk timbulnya persepsi kesesakan, tetapi bukanlah syarat yang mutlak.
Manusia membedakan kepadatan di dalam rumahnya (Inside density) dan di luar rumahnya (Outside density).
Dari kombinasi 2 jenis kepadatan tersebut diperoleh 4 jenis kepadatan :
1. Kepadatan pedesaan
Kepadatan dalam rumah tinggi, tetapi kepadatan di luar rendah.
2. Kepadatan pinggiran kota (sub urban)
Kepadatan di dalam dan di luar rendah.
3. Kepadatan pemukiman kumuh di kota
Kepadatan di dalam dan di luar tinggi.
4. Kepadatan pemukiman mewah di kota besar
Kepadatan di dalam rumah rendah tetapi di luar tinggi.
Dampak kepadatan dan kesesakan pada manusia
Patologi Sosial
Meningkatnya,
- Kejahatan
- Bunuh diri
- Penyakit jiwa
- Kenakalan remaja
Tingkah laku sosial
- Agresi
- Menarik diri dari lingkungan sosial
- Berkurangnya tingkah laku menolong
- Kecenderungan menjelekkan orang lain
Kinerja
- Hasil dan prestasi kerja menurun
- Suasana hati (mood) cenderung lebih murung


http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologi-hasnida2.pdf
http://elearning.faqih.net/2009/12/karya-tulis-psikologi-lingkungan.html
Sumber : http://docs.google.com

Senin, 28 Februari 2011

KEPADATAN

KEPADATAN

Dalam penulisan ini saya akan membahas tentang definisi kepadatan, kategori kepadatan dan akibat kepadatan tinggi serta kepadatan dan perbedaan budaya.

A. Definisi Kepadatan

Kepadatan adalah hasil bagi jumlah objek terhadap luas daerah. Dengan demikian satuan yang digunakan adalah satuan/luas daerah, misalnya: buah/m2.

Berikut definisi kepadatan menurut beberapa ahli :

- Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.

- Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).

- Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

B. Kategori Kepadatan

Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :

- kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap

- kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.

Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :

- kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar;

- kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.

Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. sehingga suatu ewilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi dan kepadatan rendah.

C. Akibat Kepadatan Tinggi

Taylor (dalam Guilfford,1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.

Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).

Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.

Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk. (dalam Sears dkk., 1994) mecoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya stress dan kekecewaan, yang secara nyata lebih besar daripada mahasiswa yang tinggal berdua. selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya.

Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.

Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan menurut Stokols (dalam Brigham, 1991), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat.

Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).

Akibat psikis lain antara lain:

>Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).

>Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).

>Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 1984).

>Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)

>Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan, 1982).

Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal di kawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.

D. Kepadatan dan Perbedaan Budaya

Menurut Koerte (dalam Budihardjo, 1991) faktor-faktor seperti ras, kebiasaan, adat-istiadat, pengalaman masa silam, struktur sosial, dan lain-lain, akan menentukan apakah kepadatan tertentu dapat menimbulkan perasaan sesak atau tidak.

Setiadi (1991) bahwa bangsa Amerika sudah dapat merasakan dampak negatif yang luar biasa pada kepadatan sekitar 1500 orang/Ha, dengan terjadinya banyak penyimpangan perilaku sosial, pembunuhan, perkosaan, dan tindak kriminal lainnya. sementara itu, di jepang dan Hongkong dengan kepadatn 5000 orang/Ha pada bagian kota-kota tertentu, tenyata angka kejahatan/kriminal di sana masih lebih rendah.

Sumber :

>http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf

>http://id.wikipedia.org/wiki/Kepadatan

Ambient Condition & Architectural Features

Ambient Condition & Architectural Features

Dalam hubungannya dengan lingkungan fisik Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan dua bentuk lualitas lingkungan yang meliputi :

1. Ambient Condition


Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti suara, cahaya, warna, kualitas udara, tempratur, dan kelembapan.

Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) menyajikan beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku yaitu: kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan warna.

a. Kebisingan

Kebisingan menurut Sarwono (1992) terdapat tiga factor yang menyebabkan suara secara psikologis yang dianggap bising, yaitu: volume, perkiraan, dan pengendalian.

b. Suhu (temperatur) dan Polusi Udara

Menurut Holahan (1982) tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku.

c. Pencahayaan dan warna

Corwin Bennet (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa penerangan yang lebih kuat ternyata mempengaruhi kinerja visual kita menjadi semakin cepat dan teliti. Akan tetapi data juga menunjukkan bahwa pada satu titik di mana cahaya menjadi terlalu besar kemampuan visual kita dapat menurun.

2. Architectural Condition

Yang tercakup di dalamnya adalah seting-seting yang bersifat permanen. Misalnya dalam suatu ruangan, yang termasuk di dalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabotan dan dekorasi.

Dalam membicarakan architectural features, terdapat dua unsur yang akan dibahas disini, yaitu unsur estetika dan pengaturan perabot.

a. Estetika

Pengetahuan mengenai estetika member perhatian kepada dua hal. Pertama identifikasi dan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dari suatu objek atau suatu proses keindahan atau paling tidak suatu pengalaman yang menyenangkan. Kedua, untuk mengetahui kemampuan manusia untuk menciptakan dan menikmati karya yang menunjukkan estetika.

Jika sebuah bentuk mendapat nilai yang betul, maka bentuk tersebut dapat dinilai estetis, sedangkan pada bentuk yang melebihi nilai betul, hingga mencapai nilai baik penuh arti, maka bentuk tersebut dinilai sebagai indah. Dalam pengertian tersebut, maka sesuatu yang estetis belum tentu indah dalam arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis. Banyak pemikir seni berpendapat bahwa keindahan berhubungan dengan rasa yang menyenangkan seperti Clive Bell, George Santayana dan R.G. Collingwood. (Sutrisno, 1993).

b. Perabot

Perabot, pengaturannya dan aspek-aspek lain dari lingkungan ruang dalam merupakan salah satu penentu perilaku yang paling penting. Pengaturan perabotan dalam ruang dapat pula mempengaruhi cara orang mempersepsi ruang tersebut.

Sumber :

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab3-ambient_condititon_dan_architectural_features.pdf

Rabu, 23 Februari 2011

Pendekatan Teori dan Metode Penelitian Psikologi Lingkungan

Pendekatan Teori

A. Beberapa Perspektif

1. Geografi
Toynbee → mengembangkan teori “lingkungan merupakan tantangan bagi penghuninya”
lingkungan disini mencakup : topografi, iklim, vegetasi, persediaan air, dll
Bila lingkungan ekstrem : merusak peradaban
bila tantangan lingkungan kecil : stagnansi kebudayaan
Tantangan lingkungan pada tingkat menengah : tergantung tingkatannya. jika makin berkurang atau makin berlebihan, pengaruhnya melemah.
Barry, Child, & Bacon → kebudayaan masyarakat tidak nomaden menekankan pola asuh berupa ketaatan, tanggung jawab, dan kepatuhan. sedangkan pada budaya masyarakat nomaden, yg ditekankan adalah kemandirian dan akal (berhubungan dengan kemampuan survival)
Dapat disimpulkan, setting lingkungan mempengaruhi penghuninya untuk mempertahankan diri

2. Biologi-Ekologi
Ada ketergantungan antara biologi dan sosiologi dalam kaitannya dengan hubungan antar-manusia dengan lingkungan, dimana pengaruhnya ada pada pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan.

3. Behaviorisme
→ Muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian
Adanya pertimbangan terhadap suatu perilaku yang muncul dan variabel-variabel personal yang nantinya dapat meramalkan suatu fenomena manusia dengan lingkungannya

4. Psikologi Gestalt
→ Berkembang bersamaan dengan behaviorisme
Aliran ini terfokus pada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak. Objects, people, dan settings dipersepsi sebagai suatu keseluruhan. Pengaruh aliran ini antara lain pada kognisi lingkungan

Veitch & Arkkelin → Ada 2 hal yg perlu diketahui :
1. Pendekatan perspektif yang dipakai di atas ada yang amat general cakupannya dan ada pula yang data empirisnya lemah.
2. Tidak ada grand theory dalam psikologi lingkungan, karena tidak ada perspektif tunggal yang dapat menerangkan hubungan perilaku manusia dengan lingkungannya secara detail.
Penyebab hal tersebut setidaknya ada 4 :
a. Data yang ada tidak cukup
b. Hubungan-hubungan yang dikaji terlalu beragam
c. Metode yang digunakan tidak konsisten
d. Pengukuran variabel tidak selalu kompatibel

B. Teori Psikologi Lingkungan

1. Arousal Theory (dalam konteks Psikologi lingkungan)
Hukum Yerkes dan Dodson :
Tingkat arousal rendah → kinerja rendah
Tingkat arousal tinggi → kinerja tinggi

2. Stimulus Load Theory
Titik sentral : Dugaan bahwa manusia memiliki kapasitas tanpa batas dalam memproses informasi.
Saat input > kapasitas → kecenderungan mengabaikan beberapa masukan dan mencurahkan perhatian kepada hal lain → Stimulus yang penting akan lebih diperhatikan daripada yang kurang penting. Strategi yang dipilih dalam menentukan urutan prioritas stimulus mempengaruhi reaksi seseorang; apakah positif atau negatif

3. Behavioral Constrain Theory
Fokus pada kenyataan atau perasaan, atau kesan yang terbatas dari individu oleh lingkungan. Lingkungan dapat mencegah, mencampuri, atau membatasi perilaku penghuni.

Brehm & Brehm → Saat sedang kehilangan kontrol terhadap lingkungan, ada rasa tidak nyaman yang berlanjut ke usaha menekankan lagi fungsi kendali → Reaktansi Psikologis

4. Teori Tingkat Adaptasi
Pada tingkat tertentu, stimulus dirumuskan untuk mengoptimalkan perilaku.
2 proses terkait hubungan manusia dengan lingkungan :
a. Adaptasi : mengubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan
b. Adjustment : mengubah lingkungan agar sesuai dengan lingkungan penghuninya
salah satu cara di atas dilakukan agar tercapai keseimbangan dengan lingkungan (Homeostatis)
Nilai lain : pengenalan tingkat adaptasi pada individu.
Sarwono → 3 kategori stimulus yang menjadi acuan dalam hubungan lingkungan dgn tingkah laku : Stimulus fisik, sosial, dan gerakan. Masing-masing kategori terbagi 3 lagi : Intensitas, Diversitas, dan Pola.

5. Teori Stres Lingkungan
Fokus pada mediasi peran-peran fisiologi, emosi, dan kognisi dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan.
Di lain pihak, terdapat ahli yang lebih memperhatikan masalah respon stres.
Lazarus → Proses Appraisal → dalam menilai lingkungan, seharusnya dilakukan secara kognitif sebagai suatu ancaman sebelum stres dan mempengaruhi perilaku

6. Teori Ekologi
dasar pemikiran : Gagasan tentang kecocokan manusia dengan lingkungannya. Lingkungan dirancang atau berkembang sehingga perilaku tertentu dapat terjadi
Roger Barker : Lingkungan dan tingkah laku saing menentukan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.

Metode Penelitian Psikologi Lingkungan

1. Eksperiman Laboratorium → Eksperimenter dapat memanipulasi variabel yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi-kondisi tertentu dengan tujuan untuk mengurangi variabel yang tidak perlu

2. Studi Korelasi → Mecari hubungan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi yang tidak dibebani oleh pengaruh pengumpulan data

3. Eksperimen Lapangan → Dapat dilakukan jika peneliti ingin menyeimbangkan validitas internal yang dicapai melalui eksperimen laboratorium dengan validitas eksternal dari studi korelasi

4. Teknik Pengukuran
Kriteria :
- Berlaku umum dan dapat diulang-ulang
- Dapat dikembangkan menjadi skala pengukuran
- Memiliki standar validitas dan reliabilitas
Macam-macam teknik pengukuran :
a. Self report
b. Kuesioner
c. Wawancara
d. Skala Penilaian

Sumber : Pengantar Psikologi Lingkungan
Pengarang : Hendro Prabowo
Penerbit Gunadarma
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/teori-dan-metpen-psikologi-lingkungan/

Selasa, 15 Februari 2011

Pengantar dan Pendekatan Psikologi Lingkungan

Sejarah Psikologi
Sejak zaman purbakala jiwa telah menjadi objek pertanyaan dan penyelidikan manusia. Di Yunani Kuno, pada ratusan tahun sebelun masehi. Para ahli piker mencoba menyikap tabir rahasia jiwa yang gaib dengan tinjauan berdasarkan falsafah masing-masing.
Pada zaman itu psikologibelum menjadi ilmu yang berdiri sendiri, tetapi termasuk suatu cabang dari induk ilmu, yakni filsafat. Penyelidikan dan percobaan belum dilakukan dengan sempurna, metode yang dipakai ialah metode deduktif dan psikologinya yang disebut dengan psikologi.
Sebelum tahun 1879, jiwa dipelajari oleh para ahli filsafat dan para ahli ilmu filsafat (fisikologi). Sehingga psikologi dianggapsebagai bagian dari kedua ilmu tersebut. Psikologi berdiri sendiri pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) mendirikan laboraturium psikologi pertama di kota Leipizing.
Adapun tokoh-tokoh dari aliran psikologi ini sangat banyak, tetapi psikologi mengalami empat periode dengan tokoh-tokohnya yaitu :
1. Yunani Kuno, yang terbagi menjadi dua :
a. Monoisme. Tokohnya adalah Thales, Anaximenes, Empedoples, Hipoesates dan Demokritus
b. Dualisme. Tokohnya adalah Socrates, Plato dan Aristoteles.
2. Psikologi Dalam Pandangan Tokoh Gereja. Tokohnya adalah St, Agustine dan Thomas Aquinos
3. Zaman Renaisains. Tokohnya adalah Francis Baccon dan Thomas Hobbes
4. Masa Titik Terang. Tokohnya adalah Rendescrates dan Jhou Lock
Setelah psikologi berdiri sendiri, gejala-gejala kejiwaan dipelajari secara tersendiri dengan metode ilmiah, terlepas dari ilmu filsafat dan faat. Gejala kejiwaan dipelajari secara sistematis dan objektif. Selain metode eksperimen juga digunakan metode instropiksi oleh W. Wundt ia dikenal sebagai sosiolog dan filosof dan orang pertama mengaku dirinya seorang psikolog. Ia dianggap sebagai Bapak psikolog sejak itulah psikolog berkembang pesat dengan bertambahnya sarjana psikolog, penyusunan teori-teori psikolog dan keragaman pemikiran baru sehinggga psikologi mulai bercabang menjadi beberapa aliran yangterbagi dalam lima bagian yaitu sebagai berikut :
1. Stukturalisme
2. Fungsionalisme
3. Psikoanalisa
4. Behaviorisme
5. Humanisme
Aliran Behaviourisme
Behaviourisme merupakan aliran yang menitik beratkan pada tingkah laku, yang melihat berdasarkan pengaruh lingkungan. Aliran ini menolak aliran dari psikoanalisa yang menyelidiki kesadaran dan peristiwa psikis yang bersifat abstrak dan sukar untuk dipercayai, oleh karena itu para ahli faham ini memegang teguh prinsip-prinsif.
1. Objek psikologi adalah tingkah laku, yaitu gerak lahir yang nyata atau reaksi-reaksi manusia terhadap rangsangan berupa lingkungan dan lain-lain.
2. Unsur dari tingkah laku adalah refleks (spontan), yaitu reaksi tak sadar atas rangsangan dari luar tubuh, sehingga psikologi ini terkenal dengan nama behaviourisme.
Para ahli psikologi dari aliran ini melakukan observasi (pengamatan) tentang tingkah laku manusia yang berbuat sesuai kemaunannya atau dikarenakan dari faktor lain.
Pada dasarnya tingkah laku seorang dapat diketahui dengan mengamati kepribadiannya. Sedangkan kepribadian itu terbentuk karena adanya kebiasaan-kebiasaan hidup seseoang yangberada disekitar lingkungannya. Jadi, tingkah laku (berhaviour) sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Manusia sebagai obje penelitian harus bias menguasaai diri atau beradaptasi dengan tempat tingalnya. Yang kadang-kadang bias mengubah kebiasaan-kebiasaan hidup. Contonya seorang anak yang dulunya sangat baik kepada oang kedua orang tuanya, tiba-tiba berubah menjadi seorang pemberontak dan berani melawan kedua orang tuanya., dikarenakan lingkungan tempat ia bergaul yang begitu buruk dari tempat lingkungan yang sebelumnya.
Dari contoh diatas, perilaku manusiauntuk beradaptasi ada dua cara yaitu :
a. Selektif dalam memilih dan berinteraksi dengan lingkungan
b. Berusaha mengadaptasikan lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku kita.
Aliran Behaviourisme didirikan oleh John Broodes Wasto (1878-195) yang berpendapat bahwa psikologi harus menjadi ilmu yang objekif dalam artian harus dipelajari sebagaimana kita mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam. Aliran ini tidak dapat diteliti melalui metode instropeksi diri karena dianggap tidak objektif dantidak ilmiah. Kebanyakan orang sangat jarang sekali menyadari tentangt ingkah lakunya sendiri,mengapa ia harus berbuat seperti itu, seperti ini dan lain sebagainya. Sehingga aliran sangat sesuaiuntuk menolak sesuatu tingkah laku yang tidak panpak dari luar.
Adapun tokoh-tokoh lain dari aliran Behaviourisme ini sebagai berikut :
Ivan Pavlov. Pavlov mengadakan eksperemen mengenai refleks bersyarat atau pengkondisian hasil yang dilakukan terhadap anjing yang mengeluarkan air liurnya.
Burrus Frederick Skinner. Melakukan eksperimen operan berkondisi yang dilakukan pada seekor tikus.
WilliamMe Dougal. Insting adalah kecenderungan bertingkah laku tertentu dalam situasi tertentu sebagaimana hasil pembawaan sejak lahir yang tidak dipelajari sebelumnya.
Dari uraian singkat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkah laku manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan, karena lingkungan merupakan pembentuk dari kebiasaan-kebiasaan hidup manusia.
a. Perilaku manusia dalam beradaptasi ada dua cara :
1. Selektif dalam memilih dan berinteraksi dengan lingkungan
2. Berusaha mengadaptasikan lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku kita.
Behaviourisme adalah aliran yang menitik beratkan untuk mempelajari tingkah laku. Dan tingkah laku seseorang tidak luput dari pengaruh lingkungan..
PENDEKATAN TEORI
A. LATAR BELAKANG SEJARAH
Membahas perihal teori-teori yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan, maka yang terlibat adalah teori-teori, baik di dalam maupun di luar disiplin psikologi. Beberapa teori tersebut amat luas jangkauannya dan beberapa lagi yang lain lebih terfokus, beberapa amat lemah dalam data empiris dan beberapa yang lain amat kuat. Dalam kaitan antara lingkungan dengan perilaku manusia, maka kita dapat menyebut sejumlah teori dimana dalam perspektif ini, yang terlibat di dalamnya antara lain adalah geografi, biologi ekologi, behaviorisme, dan psikologi Gestalt (Veitch & Arkkelin, 1995).

Geografi. Beberapa ahli sejarah dan geografi telah mencoba menerangkan jatuh-bangunnya peradaban yang disebabkan oleh karakteristik lingkungan. Sebagai contoh, Toynbee (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan (atau secara lebih spesifik topografi, iklim, vegetasi, ketersediaan air, dan sebagainya) adalah tantangan bagi penduduk yang tinggal di lingkungan tersebut. Tantangan lingkungan yang ekstrim akan merusak peradaban, sementara tantangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi kebudayaan. Lebih lanjut Toynbee mengusulkan bahwa tantangan lingkungan pada tingkat menengah juga dapat mempengaruhi perkembangan peradaban. Pada tingkat yang makin berkurang atau sebaliknya makin berlebihan hasilnya justru akan memperlemah pengaruhnya. Gagasan mengenai tantangan lingkungan dan respon-respon perilakunya meski didasari oleh para penganut geographical determinism, ternyata seringkali merupakan bentuk-bentuk atau variasi-variasi teori yang diterapkan dalam psikologi lingkungan.
Biologi Ekologi. Perkembangan teori-teori ekologi menunjukkan adanya perhatian terhadap adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan antara manusia dengan lingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan. Dengan perkembangan ilmu ekologi, seseorang tidak dianggap terpisah dari lingkungannya, melainkan merupakan bagian yang integral dari lingkungan. Pendapat mengenai hubungan yang saling tergantung antara manusia dengan lingkungannya pada saat ini akan tampak pada teori-teori yang dikembangkan pada disiplin psikologi lingkungan. Lingkungan dan penghuninya masih sering dikaji sebagai komponen yang terpisah, meskipun tidak ada keraguan lagi adanya hubungan yang saling tergantung di antara mereka.
Behaviorisme. Pengaruh penting lain yang merupakan pemikiran yang datang dari cabang disiplin psikologi sendiri adalah behaviorisme. Pemikiran kalangan behavioris muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian untuk menerangkan perilaku manusia. Pada saat ini secara umum dapat diterima bahwa dua hal penting yang menjadi pertimbangan adalah konteks lingkungan dimana suatu perilaku muncul dan variabel-variabel personal (seperti kepribadian atau sikap). Dengan mempertimbangkan kedua hal ini maka akan lebih dapatdiramalkan suatu fenomena manusiadan lingkungannya daripadajika dibuat pengukuran sendiri-sendiri.
Psikologi Gestalt. Psikologi Gestalt berekembang pada saat yang berbarengan dengan behaviorisme dan lebih menekankan perhatian kepada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak (overt behavior). Prinsip terpenting dari cara kerja kalangan Gestalt ini adalah bahwa objek-objek, orang-orang, dan seting-seting dipersepsi sebagai suatu keseluruhan, dimana hal itu lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagian. Dari pandangan Gestalt, suatu perilaku didasarkan pada proses kognitif, yang bukan dipengaruhi oleh proses stimulus tetapi dari persepsi terhadap stimulus tersebut. Pengaruh Gestalt pada psikologi lingkungan dapat dilihat antara lain pada kognisi lingkungan, misalnya untuk menjelaskan persepsi, berpikir, dan pemrosesan informasi lingkungan.
Dari beberapa perspektif di atas, Veitch & Arkkelin (1995) menekanlan adanya dua hal yang perlu diketahui. Pertama, sebagaimanayang sudah disebutkan di atas bahwa pendekatan yang dipakai pada perspektf-perspektif di atas ada yang amat lebar dalam cakupan dan ada pula yang lemah dalam data empiris. Kedua, tidak ada grand theory dalam psikologi lingkungan, karena tidak ada pendekatan atau perspektif tunggal yang dapat menerangkan hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya secara memuaskan. Hal ini paling tidak disebabkan oleh empat hal:
(a) Tidak ada data yang cukup tersedia dalam kaitan hubungan manusia dengan lingkungannya, sehingga dapat dipercaya untuk menyatukan teori
(b) Hubungan-hubungan yang dikaji para peneliti amaat sangat beragam
(c) Metode yang digunakan tidak konsisten
(d) Cara pengukuran variabel tidak selalu kompatibel dari suatu seting penelitian ke
penelitian berikutnya.

B. BEBERAPA TEORI
Beberapa pendekatan teori dalam psikologi lingkungan antara lain adalah: Teori Arousal,
Teori Stimulus Berlebihan, Teori Kendala Perilaku, Teori Tingkat Adaptasi, Teori Stres Lingkungan, dan Teori Ekologi.
SUMBER :
Sarwona, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Garasindo
Fauzi, Drs. H Ahmad. 1999. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
http://elearning.faqih.net/2009/12/pendekatan-teori-dan-metode-penelitian.html