Senin, 28 Februari 2011

KEPADATAN

KEPADATAN

Dalam penulisan ini saya akan membahas tentang definisi kepadatan, kategori kepadatan dan akibat kepadatan tinggi serta kepadatan dan perbedaan budaya.

A. Definisi Kepadatan

Kepadatan adalah hasil bagi jumlah objek terhadap luas daerah. Dengan demikian satuan yang digunakan adalah satuan/luas daerah, misalnya: buah/m2.

Berikut definisi kepadatan menurut beberapa ahli :

- Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.

- Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).

- Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

B. Kategori Kepadatan

Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu :

- kepadatan spasial (spatial density), terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah individu tetap

- kepadatan sosial (social density), terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.

Altman (1975) membagi kepadatan menjadi :

- kepadatan dalam (inside density), yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau tempat tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar;

- kepadatan luar (outside density), yaitu sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang bermukim di suatu wilayah pemukiman.

Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman. sehingga suatu ewilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi dan kepadatan rendah.

C. Akibat Kepadatan Tinggi

Taylor (dalam Guilfford,1982) berpendapat bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu disuatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cukup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya.

Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stress dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal disana (Ittelson, 1974).

Penelitian Valins dan Baum (dalam Heimstra dan Mc Farling,1978), menunjukan adanya hubungan yang erat antara kepadatan dengan interaksi social. Mahasiswa yang tinggal di tempat padat cenderung menghindari kontak social dengan orang lain.

Penelitian yang diadakan oleh Karlin dkk. (dalam Sears dkk., 1994) mecoba membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar (kamar dirancang untuk dua orang). Ternyata mahasiswa yang tinggal bertiga melaporakan adanya stress dan kekecewaan, yang secara nyata lebih besar daripada mahasiswa yang tinggal berdua. selain itu mereka yang tinggal bertiga juga lebih rendah prestasi belajarnya.

Rumah dengan luas lantai yang sempit dan terbatas bila dihuni dengan jumlah individu yang besar individu umumnya akan menimbulkan pengaruh negative pada penghuninya (Jain,1987). Hal ini terjadi karena dalam rumah tinggal yang terbatas umumnya individu tidak memiliki ruang atau tempat yang dapat dipakai untuk kegiatan pribadi. Keterbatasan ruang memungkinkan individu menjadi terhambat untuk memperoleh masukan yang berlebihan. Keadaan tersebut padea akhirnya menimbulkan perasaan sesak pada individu penghuni rumah tinggal tersebut.

Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada didalamnya (Holahan,1982). Stressor lingkungan menurut Stokols (dalam Brigham, 1991), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stress, penyakit atau akibat-akibat negative pada perilaku masyarakat.

Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darh dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling,1978). Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling,1978; Gifford,1987).

Akibat psikis lain antara lain:

>Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).

>Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).

>Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 1984).

>Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)

>Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan, 1982).

Menurut Jain (1987) banyaknya unit rumah tinggal di kawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan antara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antara rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang dilakukan penghuni rumah tinggal lain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.

D. Kepadatan dan Perbedaan Budaya

Menurut Koerte (dalam Budihardjo, 1991) faktor-faktor seperti ras, kebiasaan, adat-istiadat, pengalaman masa silam, struktur sosial, dan lain-lain, akan menentukan apakah kepadatan tertentu dapat menimbulkan perasaan sesak atau tidak.

Setiadi (1991) bahwa bangsa Amerika sudah dapat merasakan dampak negatif yang luar biasa pada kepadatan sekitar 1500 orang/Ha, dengan terjadinya banyak penyimpangan perilaku sosial, pembunuhan, perkosaan, dan tindak kriminal lainnya. sementara itu, di jepang dan Hongkong dengan kepadatn 5000 orang/Ha pada bagian kota-kota tertentu, tenyata angka kejahatan/kriminal di sana masih lebih rendah.

Sumber :

>http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf

>http://id.wikipedia.org/wiki/Kepadatan

Ambient Condition & Architectural Features

Ambient Condition & Architectural Features

Dalam hubungannya dengan lingkungan fisik Wrighstman dan Deaux (1981) membedakan dua bentuk lualitas lingkungan yang meliputi :

1. Ambient Condition


Kualitas fisik dari keadaan yang mengelilingi individu seperti suara, cahaya, warna, kualitas udara, tempratur, dan kelembapan.

Rahardjani (1987) dan Ancok (1988) menyajikan beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku yaitu: kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan warna.

a. Kebisingan

Kebisingan menurut Sarwono (1992) terdapat tiga factor yang menyebabkan suara secara psikologis yang dianggap bising, yaitu: volume, perkiraan, dan pengendalian.

b. Suhu (temperatur) dan Polusi Udara

Menurut Holahan (1982) tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku.

c. Pencahayaan dan warna

Corwin Bennet (dalam Holahan, 1982) menemukan bahwa penerangan yang lebih kuat ternyata mempengaruhi kinerja visual kita menjadi semakin cepat dan teliti. Akan tetapi data juga menunjukkan bahwa pada satu titik di mana cahaya menjadi terlalu besar kemampuan visual kita dapat menurun.

2. Architectural Condition

Yang tercakup di dalamnya adalah seting-seting yang bersifat permanen. Misalnya dalam suatu ruangan, yang termasuk di dalamnya antara lain konfigurasi dinding, lantai, atap, serta pengaturan perabotan dan dekorasi.

Dalam membicarakan architectural features, terdapat dua unsur yang akan dibahas disini, yaitu unsur estetika dan pengaturan perabot.

a. Estetika

Pengetahuan mengenai estetika member perhatian kepada dua hal. Pertama identifikasi dan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dari suatu objek atau suatu proses keindahan atau paling tidak suatu pengalaman yang menyenangkan. Kedua, untuk mengetahui kemampuan manusia untuk menciptakan dan menikmati karya yang menunjukkan estetika.

Jika sebuah bentuk mendapat nilai yang betul, maka bentuk tersebut dapat dinilai estetis, sedangkan pada bentuk yang melebihi nilai betul, hingga mencapai nilai baik penuh arti, maka bentuk tersebut dinilai sebagai indah. Dalam pengertian tersebut, maka sesuatu yang estetis belum tentu indah dalam arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis. Banyak pemikir seni berpendapat bahwa keindahan berhubungan dengan rasa yang menyenangkan seperti Clive Bell, George Santayana dan R.G. Collingwood. (Sutrisno, 1993).

b. Perabot

Perabot, pengaturannya dan aspek-aspek lain dari lingkungan ruang dalam merupakan salah satu penentu perilaku yang paling penting. Pengaturan perabotan dalam ruang dapat pula mempengaruhi cara orang mempersepsi ruang tersebut.

Sumber :

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab3-ambient_condititon_dan_architectural_features.pdf

Rabu, 23 Februari 2011

Pendekatan Teori dan Metode Penelitian Psikologi Lingkungan

Pendekatan Teori

A. Beberapa Perspektif

1. Geografi
Toynbee → mengembangkan teori “lingkungan merupakan tantangan bagi penghuninya”
lingkungan disini mencakup : topografi, iklim, vegetasi, persediaan air, dll
Bila lingkungan ekstrem : merusak peradaban
bila tantangan lingkungan kecil : stagnansi kebudayaan
Tantangan lingkungan pada tingkat menengah : tergantung tingkatannya. jika makin berkurang atau makin berlebihan, pengaruhnya melemah.
Barry, Child, & Bacon → kebudayaan masyarakat tidak nomaden menekankan pola asuh berupa ketaatan, tanggung jawab, dan kepatuhan. sedangkan pada budaya masyarakat nomaden, yg ditekankan adalah kemandirian dan akal (berhubungan dengan kemampuan survival)
Dapat disimpulkan, setting lingkungan mempengaruhi penghuninya untuk mempertahankan diri

2. Biologi-Ekologi
Ada ketergantungan antara biologi dan sosiologi dalam kaitannya dengan hubungan antar-manusia dengan lingkungan, dimana pengaruhnya ada pada pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan.

3. Behaviorisme
→ Muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian
Adanya pertimbangan terhadap suatu perilaku yang muncul dan variabel-variabel personal yang nantinya dapat meramalkan suatu fenomena manusia dengan lingkungannya

4. Psikologi Gestalt
→ Berkembang bersamaan dengan behaviorisme
Aliran ini terfokus pada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak. Objects, people, dan settings dipersepsi sebagai suatu keseluruhan. Pengaruh aliran ini antara lain pada kognisi lingkungan

Veitch & Arkkelin → Ada 2 hal yg perlu diketahui :
1. Pendekatan perspektif yang dipakai di atas ada yang amat general cakupannya dan ada pula yang data empirisnya lemah.
2. Tidak ada grand theory dalam psikologi lingkungan, karena tidak ada perspektif tunggal yang dapat menerangkan hubungan perilaku manusia dengan lingkungannya secara detail.
Penyebab hal tersebut setidaknya ada 4 :
a. Data yang ada tidak cukup
b. Hubungan-hubungan yang dikaji terlalu beragam
c. Metode yang digunakan tidak konsisten
d. Pengukuran variabel tidak selalu kompatibel

B. Teori Psikologi Lingkungan

1. Arousal Theory (dalam konteks Psikologi lingkungan)
Hukum Yerkes dan Dodson :
Tingkat arousal rendah → kinerja rendah
Tingkat arousal tinggi → kinerja tinggi

2. Stimulus Load Theory
Titik sentral : Dugaan bahwa manusia memiliki kapasitas tanpa batas dalam memproses informasi.
Saat input > kapasitas → kecenderungan mengabaikan beberapa masukan dan mencurahkan perhatian kepada hal lain → Stimulus yang penting akan lebih diperhatikan daripada yang kurang penting. Strategi yang dipilih dalam menentukan urutan prioritas stimulus mempengaruhi reaksi seseorang; apakah positif atau negatif

3. Behavioral Constrain Theory
Fokus pada kenyataan atau perasaan, atau kesan yang terbatas dari individu oleh lingkungan. Lingkungan dapat mencegah, mencampuri, atau membatasi perilaku penghuni.

Brehm & Brehm → Saat sedang kehilangan kontrol terhadap lingkungan, ada rasa tidak nyaman yang berlanjut ke usaha menekankan lagi fungsi kendali → Reaktansi Psikologis

4. Teori Tingkat Adaptasi
Pada tingkat tertentu, stimulus dirumuskan untuk mengoptimalkan perilaku.
2 proses terkait hubungan manusia dengan lingkungan :
a. Adaptasi : mengubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan
b. Adjustment : mengubah lingkungan agar sesuai dengan lingkungan penghuninya
salah satu cara di atas dilakukan agar tercapai keseimbangan dengan lingkungan (Homeostatis)
Nilai lain : pengenalan tingkat adaptasi pada individu.
Sarwono → 3 kategori stimulus yang menjadi acuan dalam hubungan lingkungan dgn tingkah laku : Stimulus fisik, sosial, dan gerakan. Masing-masing kategori terbagi 3 lagi : Intensitas, Diversitas, dan Pola.

5. Teori Stres Lingkungan
Fokus pada mediasi peran-peran fisiologi, emosi, dan kognisi dalam interaksi antara manusia dengan lingkungan.
Di lain pihak, terdapat ahli yang lebih memperhatikan masalah respon stres.
Lazarus → Proses Appraisal → dalam menilai lingkungan, seharusnya dilakukan secara kognitif sebagai suatu ancaman sebelum stres dan mempengaruhi perilaku

6. Teori Ekologi
dasar pemikiran : Gagasan tentang kecocokan manusia dengan lingkungannya. Lingkungan dirancang atau berkembang sehingga perilaku tertentu dapat terjadi
Roger Barker : Lingkungan dan tingkah laku saing menentukan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.

Metode Penelitian Psikologi Lingkungan

1. Eksperiman Laboratorium → Eksperimenter dapat memanipulasi variabel yang diasumsikan menjadi penyebab dengan cara mengontrol kondisi-kondisi tertentu dengan tujuan untuk mengurangi variabel yang tidak perlu

2. Studi Korelasi → Mecari hubungan dari peristiwa-peristiwa yang terjadi yang tidak dibebani oleh pengaruh pengumpulan data

3. Eksperimen Lapangan → Dapat dilakukan jika peneliti ingin menyeimbangkan validitas internal yang dicapai melalui eksperimen laboratorium dengan validitas eksternal dari studi korelasi

4. Teknik Pengukuran
Kriteria :
- Berlaku umum dan dapat diulang-ulang
- Dapat dikembangkan menjadi skala pengukuran
- Memiliki standar validitas dan reliabilitas
Macam-macam teknik pengukuran :
a. Self report
b. Kuesioner
c. Wawancara
d. Skala Penilaian

Sumber : Pengantar Psikologi Lingkungan
Pengarang : Hendro Prabowo
Penerbit Gunadarma
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/teori-dan-metpen-psikologi-lingkungan/

Selasa, 15 Februari 2011

Pengantar dan Pendekatan Psikologi Lingkungan

Sejarah Psikologi
Sejak zaman purbakala jiwa telah menjadi objek pertanyaan dan penyelidikan manusia. Di Yunani Kuno, pada ratusan tahun sebelun masehi. Para ahli piker mencoba menyikap tabir rahasia jiwa yang gaib dengan tinjauan berdasarkan falsafah masing-masing.
Pada zaman itu psikologibelum menjadi ilmu yang berdiri sendiri, tetapi termasuk suatu cabang dari induk ilmu, yakni filsafat. Penyelidikan dan percobaan belum dilakukan dengan sempurna, metode yang dipakai ialah metode deduktif dan psikologinya yang disebut dengan psikologi.
Sebelum tahun 1879, jiwa dipelajari oleh para ahli filsafat dan para ahli ilmu filsafat (fisikologi). Sehingga psikologi dianggapsebagai bagian dari kedua ilmu tersebut. Psikologi berdiri sendiri pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) mendirikan laboraturium psikologi pertama di kota Leipizing.
Adapun tokoh-tokoh dari aliran psikologi ini sangat banyak, tetapi psikologi mengalami empat periode dengan tokoh-tokohnya yaitu :
1. Yunani Kuno, yang terbagi menjadi dua :
a. Monoisme. Tokohnya adalah Thales, Anaximenes, Empedoples, Hipoesates dan Demokritus
b. Dualisme. Tokohnya adalah Socrates, Plato dan Aristoteles.
2. Psikologi Dalam Pandangan Tokoh Gereja. Tokohnya adalah St, Agustine dan Thomas Aquinos
3. Zaman Renaisains. Tokohnya adalah Francis Baccon dan Thomas Hobbes
4. Masa Titik Terang. Tokohnya adalah Rendescrates dan Jhou Lock
Setelah psikologi berdiri sendiri, gejala-gejala kejiwaan dipelajari secara tersendiri dengan metode ilmiah, terlepas dari ilmu filsafat dan faat. Gejala kejiwaan dipelajari secara sistematis dan objektif. Selain metode eksperimen juga digunakan metode instropiksi oleh W. Wundt ia dikenal sebagai sosiolog dan filosof dan orang pertama mengaku dirinya seorang psikolog. Ia dianggap sebagai Bapak psikolog sejak itulah psikolog berkembang pesat dengan bertambahnya sarjana psikolog, penyusunan teori-teori psikolog dan keragaman pemikiran baru sehinggga psikologi mulai bercabang menjadi beberapa aliran yangterbagi dalam lima bagian yaitu sebagai berikut :
1. Stukturalisme
2. Fungsionalisme
3. Psikoanalisa
4. Behaviorisme
5. Humanisme
Aliran Behaviourisme
Behaviourisme merupakan aliran yang menitik beratkan pada tingkah laku, yang melihat berdasarkan pengaruh lingkungan. Aliran ini menolak aliran dari psikoanalisa yang menyelidiki kesadaran dan peristiwa psikis yang bersifat abstrak dan sukar untuk dipercayai, oleh karena itu para ahli faham ini memegang teguh prinsip-prinsif.
1. Objek psikologi adalah tingkah laku, yaitu gerak lahir yang nyata atau reaksi-reaksi manusia terhadap rangsangan berupa lingkungan dan lain-lain.
2. Unsur dari tingkah laku adalah refleks (spontan), yaitu reaksi tak sadar atas rangsangan dari luar tubuh, sehingga psikologi ini terkenal dengan nama behaviourisme.
Para ahli psikologi dari aliran ini melakukan observasi (pengamatan) tentang tingkah laku manusia yang berbuat sesuai kemaunannya atau dikarenakan dari faktor lain.
Pada dasarnya tingkah laku seorang dapat diketahui dengan mengamati kepribadiannya. Sedangkan kepribadian itu terbentuk karena adanya kebiasaan-kebiasaan hidup seseoang yangberada disekitar lingkungannya. Jadi, tingkah laku (berhaviour) sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Manusia sebagai obje penelitian harus bias menguasaai diri atau beradaptasi dengan tempat tingalnya. Yang kadang-kadang bias mengubah kebiasaan-kebiasaan hidup. Contonya seorang anak yang dulunya sangat baik kepada oang kedua orang tuanya, tiba-tiba berubah menjadi seorang pemberontak dan berani melawan kedua orang tuanya., dikarenakan lingkungan tempat ia bergaul yang begitu buruk dari tempat lingkungan yang sebelumnya.
Dari contoh diatas, perilaku manusiauntuk beradaptasi ada dua cara yaitu :
a. Selektif dalam memilih dan berinteraksi dengan lingkungan
b. Berusaha mengadaptasikan lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku kita.
Aliran Behaviourisme didirikan oleh John Broodes Wasto (1878-195) yang berpendapat bahwa psikologi harus menjadi ilmu yang objekif dalam artian harus dipelajari sebagaimana kita mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam. Aliran ini tidak dapat diteliti melalui metode instropeksi diri karena dianggap tidak objektif dantidak ilmiah. Kebanyakan orang sangat jarang sekali menyadari tentangt ingkah lakunya sendiri,mengapa ia harus berbuat seperti itu, seperti ini dan lain sebagainya. Sehingga aliran sangat sesuaiuntuk menolak sesuatu tingkah laku yang tidak panpak dari luar.
Adapun tokoh-tokoh lain dari aliran Behaviourisme ini sebagai berikut :
Ivan Pavlov. Pavlov mengadakan eksperemen mengenai refleks bersyarat atau pengkondisian hasil yang dilakukan terhadap anjing yang mengeluarkan air liurnya.
Burrus Frederick Skinner. Melakukan eksperimen operan berkondisi yang dilakukan pada seekor tikus.
WilliamMe Dougal. Insting adalah kecenderungan bertingkah laku tertentu dalam situasi tertentu sebagaimana hasil pembawaan sejak lahir yang tidak dipelajari sebelumnya.
Dari uraian singkat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkah laku manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan, karena lingkungan merupakan pembentuk dari kebiasaan-kebiasaan hidup manusia.
a. Perilaku manusia dalam beradaptasi ada dua cara :
1. Selektif dalam memilih dan berinteraksi dengan lingkungan
2. Berusaha mengadaptasikan lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku kita.
Behaviourisme adalah aliran yang menitik beratkan untuk mempelajari tingkah laku. Dan tingkah laku seseorang tidak luput dari pengaruh lingkungan..
PENDEKATAN TEORI
A. LATAR BELAKANG SEJARAH
Membahas perihal teori-teori yang dikemukakan para ahli psikologi lingkungan, maka yang terlibat adalah teori-teori, baik di dalam maupun di luar disiplin psikologi. Beberapa teori tersebut amat luas jangkauannya dan beberapa lagi yang lain lebih terfokus, beberapa amat lemah dalam data empiris dan beberapa yang lain amat kuat. Dalam kaitan antara lingkungan dengan perilaku manusia, maka kita dapat menyebut sejumlah teori dimana dalam perspektif ini, yang terlibat di dalamnya antara lain adalah geografi, biologi ekologi, behaviorisme, dan psikologi Gestalt (Veitch & Arkkelin, 1995).

Geografi. Beberapa ahli sejarah dan geografi telah mencoba menerangkan jatuh-bangunnya peradaban yang disebabkan oleh karakteristik lingkungan. Sebagai contoh, Toynbee (dalam Veitch & Arkkelin, 1995) mengembangkan teori bahwa lingkungan (atau secara lebih spesifik topografi, iklim, vegetasi, ketersediaan air, dan sebagainya) adalah tantangan bagi penduduk yang tinggal di lingkungan tersebut. Tantangan lingkungan yang ekstrim akan merusak peradaban, sementara tantangan yang terlalu kecil akan mengakibatkan stagnasi kebudayaan. Lebih lanjut Toynbee mengusulkan bahwa tantangan lingkungan pada tingkat menengah juga dapat mempengaruhi perkembangan peradaban. Pada tingkat yang makin berkurang atau sebaliknya makin berlebihan hasilnya justru akan memperlemah pengaruhnya. Gagasan mengenai tantangan lingkungan dan respon-respon perilakunya meski didasari oleh para penganut geographical determinism, ternyata seringkali merupakan bentuk-bentuk atau variasi-variasi teori yang diterapkan dalam psikologi lingkungan.
Biologi Ekologi. Perkembangan teori-teori ekologi menunjukkan adanya perhatian terhadap adanya ketergantungan biologi dan sosiologi dalam kaitan hubungan antara manusia dengan lingkungannya, dimana hal itu secara signifikan mempengaruhi pemikiran-pemikiran psikologi lingkungan. Dengan perkembangan ilmu ekologi, seseorang tidak dianggap terpisah dari lingkungannya, melainkan merupakan bagian yang integral dari lingkungan. Pendapat mengenai hubungan yang saling tergantung antara manusia dengan lingkungannya pada saat ini akan tampak pada teori-teori yang dikembangkan pada disiplin psikologi lingkungan. Lingkungan dan penghuninya masih sering dikaji sebagai komponen yang terpisah, meskipun tidak ada keraguan lagi adanya hubungan yang saling tergantung di antara mereka.
Behaviorisme. Pengaruh penting lain yang merupakan pemikiran yang datang dari cabang disiplin psikologi sendiri adalah behaviorisme. Pemikiran kalangan behavioris muncul sebagai reaksi atas kegagalan teori-teori kepribadian untuk menerangkan perilaku manusia. Pada saat ini secara umum dapat diterima bahwa dua hal penting yang menjadi pertimbangan adalah konteks lingkungan dimana suatu perilaku muncul dan variabel-variabel personal (seperti kepribadian atau sikap). Dengan mempertimbangkan kedua hal ini maka akan lebih dapatdiramalkan suatu fenomena manusiadan lingkungannya daripadajika dibuat pengukuran sendiri-sendiri.
Psikologi Gestalt. Psikologi Gestalt berekembang pada saat yang berbarengan dengan behaviorisme dan lebih menekankan perhatian kepada persepsi dan kognisi sebagai perilaku yang tampak (overt behavior). Prinsip terpenting dari cara kerja kalangan Gestalt ini adalah bahwa objek-objek, orang-orang, dan seting-seting dipersepsi sebagai suatu keseluruhan, dimana hal itu lebih dari sekedar penjumlahan bagian-bagian. Dari pandangan Gestalt, suatu perilaku didasarkan pada proses kognitif, yang bukan dipengaruhi oleh proses stimulus tetapi dari persepsi terhadap stimulus tersebut. Pengaruh Gestalt pada psikologi lingkungan dapat dilihat antara lain pada kognisi lingkungan, misalnya untuk menjelaskan persepsi, berpikir, dan pemrosesan informasi lingkungan.
Dari beberapa perspektif di atas, Veitch & Arkkelin (1995) menekanlan adanya dua hal yang perlu diketahui. Pertama, sebagaimanayang sudah disebutkan di atas bahwa pendekatan yang dipakai pada perspektf-perspektif di atas ada yang amat lebar dalam cakupan dan ada pula yang lemah dalam data empiris. Kedua, tidak ada grand theory dalam psikologi lingkungan, karena tidak ada pendekatan atau perspektif tunggal yang dapat menerangkan hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungannya secara memuaskan. Hal ini paling tidak disebabkan oleh empat hal:
(a) Tidak ada data yang cukup tersedia dalam kaitan hubungan manusia dengan lingkungannya, sehingga dapat dipercaya untuk menyatukan teori
(b) Hubungan-hubungan yang dikaji para peneliti amaat sangat beragam
(c) Metode yang digunakan tidak konsisten
(d) Cara pengukuran variabel tidak selalu kompatibel dari suatu seting penelitian ke
penelitian berikutnya.

B. BEBERAPA TEORI
Beberapa pendekatan teori dalam psikologi lingkungan antara lain adalah: Teori Arousal,
Teori Stimulus Berlebihan, Teori Kendala Perilaku, Teori Tingkat Adaptasi, Teori Stres Lingkungan, dan Teori Ekologi.
SUMBER :
Sarwona, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta: Garasindo
Fauzi, Drs. H Ahmad. 1999. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
http://elearning.faqih.net/2009/12/pendekatan-teori-dan-metode-penelitian.html